26. Confrontation

12K 1.4K 270
                                    

Mulai masuk ke konflik puncak yah gays!
Ini bakalan jadi part kemenangan kaum bucin yang mengusung slogan 'demi cinta ku rela pakai kacamata kuda' 😂😂😂

Yang  mau nanyain;

1) 'Dari bayangan hutan' kenapa belum unggah? Harap maklum emak lagi dapet 'gangguan' sedikit, sampe sikon kondusif baru deh dilanjut.

2) Properly ini Love kemana Mak? Sori Say, udah dua hari ini file keluarga besar Playboy Monarki kelelep entah di mana. Soalnya kemarin lappy baru di  upgrade.

3) Arista sama Rensa kemana Mak? Masih delik-delikan hepi di draft cerita, menunggu waktu buat diunggah.

So udah dapet jawaban masing-masing kan yaaah! 😘😘😘

Luna jadi pihak pertama yang sadar akan situasi. Dia lalu memberi tanda pada Rissa untuk membenahi bawaannya.

“Sepertinya kalian butuh privasi,” katanya seraya menatap El yang lantas balas menatap dengan sorot mata terlihat menyesal karena membuatnya itu terpaksa melihat adegan yang sungguh tidak biasa ini.

“Kita bicara lagi nanti,” Luna tersenyum  menenangkan seraya merapikan dasi El yang tampak sedikit longgar.

“Kalau begitu tunggu aku di rumah,” El mengecup sekilas dahi wanita tercintanya sebelum membantu Luna mengenakan jaket wol Alexander Mc Queen yang disiapkan Rissa.

“Ayo aku antar,” El menggenggam tangan Luna dan mendampinginya melangkah keluar dari ruang kerjanya.

“Aku pikir kamu nggak berada di tempat yang tepat El!"

Mereka sudah nyaris melewati Seana saat dengan sengaja Luna berbicara lembut namun masih bisa didengar oleh perempuan itu.

“Jika gertakan dua anjing kecil saja bisa membuat presiden komisaris Halatara Grup sampai kehilangan kendali … aku rasa Halatara bukan mesin perang yang cocok untukmu.”

Seana sudah hampir mengamuk hendak menyerang Luna saat dua pengawal Luna memblokir upayanya dengan tatapan tajam dan sikap tubuh waspada.

El yang tahu itu bentuk provokasi ala wanita tercintanya hanya tersenyum tipis.

Luna jelas memiliki keberanian dan kemampuan untuk membangunkan singa tidur dengan setiap langkah provakasinya, hanya saja El tidak berharap calon istri dan sahabatnya berada dalam pertentangan yang akan membuatnya berada di posisi canggung. 

“Kita akan bahas ini nanti Sean,” tegas El sebelum buru-buru membawa Luna keluar dari ruangan.

“Gadis nakal,” bisiknya di telinga Luna saat mereka sudah berada di lift menuju ke helipad. “untuk apa melakukan provokasi dangkal seperti itu!? Seperti bukan kamu saja,” gerutu El dengan bagian diantara alis yang mengerut dalam.

Luna tidak menjawab, sebaliknya dia memindai dengan seksama bagian pipi lelakinya yang tadi mendapat tamparan.

“Apa persahabatan bisa membuatnya berhak berbuat kasar padamu?” tapak tangan menempel di pipi El saat mengatakan itu.

El tersenyum tipis, “aku tidak pernah terganggu dengan itu Luv.”

Luna tersenyum dingin, “aku hanya khawatir kalau jiwamu jadi kerdil karena tamparannya.”

El terbahak lalu mengeratkan pelukannya ke Luna. “Aku menikmati kecemburuanmu Luv.”

“Omong kosong! Ik ben niet jaloers.”

Alis kanan El tertarik ke atas, “werkelijk!?”

“Vervelend!” Luna memutar mata angkuh.

Pelangi Tengah MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang