21. Rahasia

12.7K 2.2K 453
                                    

Vote n comment jangan lupa yaaaks semoga bisa tembus diatas  goal vote sebelumnya.

“Efisiensi!?” El mengulang kata itu dengan dahi terlipat dalam, di hadapannya Alberian Phytagoras Manalu, alias Tygo, Legal manager Asia Pasific Tobacco untuk wilayah Asia Tenggara duduk sambil tersenyum lebar.

“Kayaknya kabar ini belum sampe kupingmu Lae?” tawa Tygo terdengar penuh ejekan, “saham mereka turun hingga 1,25 persen kemudian kembali stabil dan malah memiliki kecenderungan terus naik.”

Efisiensi adalah apa yang tidak pernah El duga akan dilakukan oleh TIV meski Luna sudah memperingatkannya semalam.

Sejak dulu TIV selalu mengedepankan prinsip bisnisnya yang cenderung humanis, selama hampir lima puluh tahun Handoko dan pendahulunya Jayadipa membangun TIV bukan tanpa melewati masa sulit, aset dan kekayaan TIV dimasa kepemimpinan Jayadipa—kakek Luna—bahkan pernah dirampas habis-habisan oleh penjajah Jepang  namun mereka tetap bangkit tanpa melepaskan tanggung jawabnya terhadap pekerja, namun kini Luna … El benar-benar tidak mengerti arah pikiran wanita kecintaannya.

Tapi yang jelas dia merasa, dengan segala langkah yang Luna buat, gadis itu jauh dari kata menyerah.

Luna menantangnya dalam permainan menang atau kalah mereka yang terakhir, tapi saat ini wanita itu bahkan tidak terlihat seperti sedang memainkan permainan yang sudah mereka sepakati bersama, dan El merasa tolol karena hal ini.

“Bolehkan kalo aku ngomong sama kau,” suara Tygo menyela isi pikiran El.

“Haholongannya kau ini udah kayak angin, kalo lagi sepoi-sepoi amanlah kita tapi kalo puting beliung macam sekarang, nggak mampu kita lawannya suka-suka dia mau bikin apa,  kita cuma bisa ikut cari aman saja.”

“Omong kosong!” bantah El sinis.

“Kau mungkin gak sadar kalau apa yang dia lakukan bukan cuma mengguncang  stabilitas TIV tapi bahkan Negara juga kena imbasnya. Kemenaker, Kemenperin, Kemenkeu semuanya sudah ketar-ketir, cukai rokok tahun depan mungkin gak akan dibikin naik.

Kalaupun naik gak sampai lewat dari lima persen, tapi kalau undang-undang pertembakauan yang baru benar-benar dirampungkan dan kretek ditetapkan sebagai warisan budaya Indonesia mereka bakal dapat insentif besar, bisa jadi batas cukai kretek mereka bakal dibatasi hingga mereka bisa mempertahankan harga jual produk mereka jauh dibawah harga jual produk kita.”

Dan itu artinya persaingan pasar yang semakin ketat, tak peduli kretek atau rokok putih, konsumen yang kebanyakan masyarakat menengah ke bawah akan selalu berusaha mencari harga yang paling murah.

El menggemeretakan rahangnya menahan emosi. Luna selalu bisa menemukan cara untuk  mempecundanginya disaat dirinya bisa menjadi pemenang. Tapi Luna salah jika berpikir dirinya akan terus menerus mengalah … cukup dulu, tapi tidak sekarang.

Tidak dia tidak membenci Luna untuk kelicikannya, hanya saja El ingin wanita itu memahami kodratnya, berlaku seperti wanita dan menunjukkan bahwa—meski satu kali saja—dia membutuhkannya.

Tapi nyatanya kemandirian Luna, caranya bertindak dan apapun yang dia lakukan hanya membentengi seluruh usahanya untuk dapat mendekat.

“Sementara si Luna memainkan permainan besar, yang aku heran kenapa kau cuma duduk diam saja … satu-satunya tindakan yang kau ambil justru mensomasi akun gosip murahan yang mengambil gambarmu dengan dia! Kau gak lagi panas dalam kan Brur!?”

El menahan gejolak amarahnya dalam-dalam, “apapun yang aku lakukan bukan urusanmu Go.”

“Aku tak ingin menghalangi kau El! Tapi aku ingatkan kau, makin kesini apa yang kau buat makin ngawurlah kupikir, fokus kau udah beda … bukan lagi untuk APT dan aku nggak berani berpikir apa yang jadi tujuan kau sekarang karena aku yakin ujung-ujungnya gak akan bagus.”

Pelangi Tengah MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang