30

576 36 0
                                    


Suasana masih sama. Bahkan sejam berlalu pun tak ada diantara pasangan suami istri itu untuk memulai angkat bicara. Entah karena mereka takut, atau karena sibuk memilah dan milih kata sebelum membuka suara agar tidak ada yang tersinggung.

Faya melirik jam tangan dosennya. Sekarang sudah pukul 4 sore. Waktunya 3 jam lebih hanya terbuang dengan sia - sia. Padahal ia bisa melakukan banyak hal dan kerjakan dalam waktu 3 jam seperti membersihkan rumah, memasak bahkan mencuci sekalipun dengan waktu tersebut.

Faya mulai habis kesabaran, ia lantas berkata "Mas dan mbak.. tolong selesaikan masalah Mas dan mbak dengan dosen saya secepatnya. Bukan karena apa - apa. Saya juga punya kesibukan di rumah. Tidak mungkin saya akan terus menunggu dan menemani pak Dirga hingga mas dan mbak angkat bicara. Waktu saya sudah terbuang 3 jam lebih dengan sia - sia. Bahkan selama saya menemani pak Dirga kalian tetap saja diam -- Faya menghembuskan nafas lelah -- tolong mas dan mbaknya jangan bersikap egois dan kekanakan seperti ini. Mas dan mbak udah dewasa, kalian pasti tau caranya menyelesaikan masalah kalian baik - baik tanpa harus membuang - buang waktu kami" tambah Faya yang sudah sangat cukup menampar Dwiki dan juga Rasti yang terus membuang - buang waktu dalam kebungkaman.

Dirga cukup terkejut dengan tindakan Faya. Namun patut ia akui bahwa ia kagum dengan sikap sangat berani yang Faya miliki. Ia sama beraninya dengan Gong Yoo saat menjadi jendral Kim Shin dalam drama Goblin kesukaan Faya saat bertarung di medan pertempuran juga saat ia menghadap kaisar dengan gagah dan berani tanpa takut dengan ribuan anak panah dan pedang yang siap melukai tubuhnya kapan saja setelah ia pulang dari peperangan dan mendapat tuduhan sebagai seorang penghianat.

Disaat Dirga menatap Faya dengan tatapan kagum. Rasti malah merasa kesal dan tidak suka dengan perkataan mahasiswi Dirga walaupun apa yang gadis cantik itu katakan adalah hal yang benar.

"Kami tidak punya urusan denganmu. Jika kau merasa waktumu terbuang sia - sia, kamu boleh pergi dari sini" kata Rasti menyindir Faya dengan terang - terangan, bahkan dari nada bicaranya dapat di tangkap bahwa keberadaan Faya sangat mengganggu.

Faya cukup tercengan. Rasti ternyata sangat pandai dan berani berbicara sarkas padanya, namun saat menghadapi Dirga ia malah bungkam. Faya merasa amarahnya memuncak. Ia tak pernah sekesal dan semarah ini. Terakhir kali saat Dirga memberinya revisi peraturan yang ia buat. Tapi nampaknya hari ini pun ia akan mengalami hal yang sama.

Faya merasa kepeduliannya sia - sia. Sikap Rasti membuat Faya tidak suka pada wanita yang pernah ada dalam masa lalu Dirga. Faya sekuat tenaga menahan emosinya dengan mengepalkan kedua tanganya. Dirga yang sedari tadi mengamati mahasiswinya jelas merasa tersinggung dan tidak suka. Faya berada disini karena menemaninya. Seharusnya mereka mengucap terima kasih pada Faya yang berhasil membuatnya berhadapan dengan mereka.

Dwiki merasa tidak enak dan merasa bersalah dengan Faya, ia lalu menegur Rasti yang membuat wanita itu kesal karena mahasiswi Dirga itu bahkan mendapat pembelaan dari suaminya.

Dirga jelas tidak bisa tinggal diam dengan perkataan Rasti, ia lalu berkata "seharusnya kalian sadar diri. Kalian berhutang budi dengan Faya yang membujuk saya ingin bertemu dengan kalian. Kalian pikir saya akan dengan semudah itu ingin melihat wajah - wajah kalian dan menghabiskan waktu disini? Jika bukan karena Faya, saya tidak akan mau berhadapan dengan kalian, terlebih melihat wajah rendahan dan menjijikan kamu!" Kata Dirga tegas tak lupa menunjuk Rasti dengan tatapan dingin.

Rasti cukup terkejut dengen nada suara Dirga yang seakan - akan membentaknya. Ia lantas menunduk dan mulai terisak saat menyadari betapa besar kesalahannya sehingga Dirga sangat membenci bahkan menatapnya jijik.

Dwiki menghembuskan nafas lelah. Ia lalu merangkul Rasti dan berusaha menenangkannya.

"Abang minta maaf apabila perkataan Rasti menyinggung atau menyakiti hati kalian. Tapi abang minta tolong, terutama untuk kamu Dirga. Jangan terlalu kasar dengannya" pinta Dwiki "kau bisa marah, berteriak, memaki, menghujat atau memukul abang. Tapi jangan Rasti. Dia sedang hamil anak kami. Tolong dengan sangat jangan membuatnya stress apalagi kelelahan menagis. Usia kandungannya masih terhitung minggu dan rahimnya saat ini sedang lemah" tambah Dwiki

"Kami tahu kesalahan kami sangat besar hingga menutup hati nuranimu. Menutup matamu sehingga hanya ada amarah dan kebencian yang menguasai dirimu. Kami sadar kami salah, maka dari itu kami datang meminta maaf" Dwiki menghembuskan nafas berat

"Hidup kami tidak pernah tenang. Selalu saja kami terus terbayang - bayang akan kesalahan kami di masa lalu terhadapmu. Maka dari itu kami berusaha terus menemuimu hanya untuk mendapat ampunanmu. Sudah cukup kami terbelenggu dan menderita dengan rasa bersalah selama hampir 4 tahun. Hari ini kami nekad menemuimu dan memohom maaf atas kesalahan kami yang tak mampu abang sebut satu persatu. Abang tidak memaksamu menerima permintaan kami, namun setidaknya kami sudah meminta maaf yang mana kala meringankan beban kami untuk saat ini.

Kamu mungkin sudah tahu, sampai saat ini kami tidak mendapat restu dari keluarga, bahkan Rasti sering keguguran dua tahun belakangan. Mungkin itu karma kami karena telah menyakitimu. Maaf karena membuat kalian menunggu lama hanya untuk mendengar perkaataan abang. Kalau begitu abang pamit pulang" kata Dwiki lantas beranjak dan membantu Rasti berdiri.

Baru beberapa langkah pasangan suami istri itu meninggalkan Dirga dan Faya. Dirga akhirnya bersuara dan hal itu membuat Dwiki dan Rasti menghentikan langkah mereka.

"Saya memaafkan perbuatan kalian, tapi saya tidak bisa kembali mersikap hangat seperti dulu setelah apa yang kalian lakukan pada saya -- Dirga menjeda seraya menghembuskan nafas lelah. Ia juga tak ingin terus menderita dengan bayang - bayang masa lalunya yang menyakitkan. Ia juga ingin lepas dari penderitaan itu namun ia tak memiliki kekuatan lebih untuk memanjat naik dari jurang yang selama ini mengurung dan membelenggunya dalam kepahitan. Dirga merasakan tangannya di genggam dan diusap dengan lembut. Dirga yang sedari tadi menunduk lantas menoleh pada Faya yang kini memberinya seulas senyum yang membuatnya merasa tenang. Dirga membalas genggaman tangan Faya seakan meminta dorongan, dukungan dan kekuatan. Saat ia merasa dirinya sudah lebih tenang, ia melanjutkan kalimatnya -- mungkin saya butuh banyak waktu untuk melupakan itu semua" tambah Dirga yang entah mengapa membuat hatinya merasa sangat lega.

Dirga mengatakan hal itu memang tanpa menoleh menatap Dwiki dan Rasti yang kini menatap punggung Dirga dengan raut wajah tidak percaya. Namun raut wajah itu segera terganti dengan raut wajah senang dan juga perasaan lega yang menghampiri keduanya.

"Terima kasih. Itu bahkan sudah lebih dari cukup untuk kami" balas Dwiki sebelum ia dan Rasti benar - benar meninggalkan kafe itu dengan perasaan yang sangat lega luar biasa.

Sepeninggalan mereka, Dirga tak kunjung melepas tautan tangannya dengan Faya. Secara tiba -tiba ia lantas menarik Faya kedalam dekapannya dan hal itu cukup membuat mahasiswinya itu cukup terkejut dengan tindakannya.

"Bapak ngapain peluk - peluk saya? Lepasin pak. Nggak enak di lihat orang" protes Faya

Sayang Dirga mengabaikan protes mahasiswinya. Ia malah memeluk Faya semakin erat dan berkata "terima kasih karena menemani saya menghadapi masalah saya, terima kasih juga karena membuat saya ingin mencoba berdamai dengan masa lalu dan menerima kenyataan. Saya sangat senang dan merasa lega luar biasa -- Dirga melepas pelukan mereka, namun jarak keduanya masih terbilang sangat dekat. Dirga memegang kedua bahu Faya dan menatap Faya dengan tatapan dalam -- semua yang saya rasakan hari ini, itu berkat kamu" tambah Dirga yang membuat jantung Faya berdebar kencang.

.
.
.
.
.

TBC

Written on Des 14th, 2019

Nona Goblin is Mine [Tahap Terbit]Where stories live. Discover now