2. Jatuh

149K 9.6K 1.2K
                                    

Sebagai seorang ayah yang baik, Gio selalu memanfaatkan waktu luang untuk bermain bersama anak kembarnya. Seperti sore ini, Gio mengajarkan anak kembarnya cara bermain sepeda roda empat.

"Papa, tolong dorongin," ucap seorang anak kecil dari atas sepedanya.

"Ya udah Papa dorongin, abis itu kayuh sendiri, ya?" tanya Gio pada anaknya yang menggunakan kaus pendek berwarna kuning dengan gambar beruang di sisi kanan atasnya.

"Iya." Anak itu mengangguk. Gio mendorong sepeda roda empat berwarna biru itu di sekitar rumah, membuat anak yang berada di atas sepeda tertawa bahagia.

"Papa, aku juga mau didorong," pinta anaknya yang menggunakan kaus pendek berawarna kuning dengan gambar beruang di sisi kiri atasnya. Suaranya sedikit manja.

"Papa lepas, ya? Papa mau dorongin sepeda Fiqa." Setelah mendapat jawaban berupa anggukan. Gio beralih mendorong sepeda berwarna pink.

Qila. Anak yang menggunakan sepeda berwarna biru, mengayuh sepedanya dengan susah payah. Dirinya masih beradaptasi dengan sepeda barunya itu. Sebelumnya, ia dan kembarannya menggunakan sepeda roda tiga.

Qila mengayuh sepeda birunya dengan semangat. Ralat, sangat semangat. Hingga ia melihat ada batu di depannya. Ia tidak bisa mengendalikan laju sepedanya. Roda sepedanya melindas batu yang ukurannya cukup besar itu. Sepedanya oleng. Sepedanya ambruk.

Persetan dengan papanya yang memaksanya menggunakan sepeda tinggi, sehingga kakinya tidak sampai aspal. Salahkan papanya yang tidak mengajarkannya cara menggunakan rem.

Perih. Lutut dan sikutnya terasa perih. Tubuhnya lemas. Sepeda biru dengan gambar kupu-kupu itu menindih sebagian tubuhnya. Kedua matanya melihat ke arah papa dan kembarannya berada.

Kembarannya terkejut. Meminta papanya supaya membantu dirinya bangkit. Tetapi, papanya itu hanya diam saja. Memperhatikannya dalam diam. Tanpa sadar, air mata sudah keluar dari pelupuk matanya. Dirinya menangis tanpa suara.

Seorang wanita menghampirinya. Mengulurkan tangannya dan membantu dirinya bangkit. Qila tidak tahu siapa dia. Yang jelas, dirinya merasa takut.

"Nama kamu siapa?" Wanita itu menyetarakan tinggi badannya dengan Qila. "Jangan takut. Ini rumah Kakak," lanjutnya seraya menunjuk rumah yang ada tepat di sebelahnya.

Bahkan Qila baru menyadari jika dirinya terjatuh di depan rumah orang lain. Meski rumahnya bersebelahan dengan rumah orang itu, tetap saja ia menganggap wanita itu adalah orang lain.

"Qila," ucapnya sangat lirih, hampir tidak terdengar.

"Rumah kamu di mana?" suara wanita itu sangat lembut.

Qila menunjuk rumahnya menggunakan jari mungilnya. Wanita itu membulatkan mulutnya seraya mengangguk.

"Nama aku, Kak Fia." Wanita itu tersenyum hangat. "Jangan takut lagi, ya."

Gio dan Fiqa-yang masih berada di atas sepeda-menghampiri Qila. Fia yang menyadari kehadiran anak yang mirip dengan Qila pun mengerutkan dahinya.

"Lho? Kembar?" tanya Fia.

Gio mengangguk, "iya."

Gio menghampiri Qila. "Lain kali, hati-hati. Jangan ngebut bawanya." Gio menasehati seraya membersihkan pasir yang menempel pada kulit mulus anaknya.

"Papa, sakit." Qila menangis. Suara tangisnya sangat kencang.

"Gak usah nangis. Itu kan salah kamu sendiri," ucap Gio dengan tegas membuat Qila menggigit bibirnya keras-keras.

Fiqa turun dari sepedanya dan berjalan menuju kembarannya. "Ih, kaki kamu berdarah." Qila bergidik ngeri.

Gio memperhatikan kaki mungil anak pertamanya itu. Kepalanya menunduk dalam. Kedua punggungnya bergetar.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now