60. Kepedulian Qila

82.5K 7.1K 1K
                                    

"Qila, kamu mau ikut makan siang? Mama yang masak lho."

Fiqa yang sudah mengenakan pakaian santainya, mencoba membangunkan kembarannya yang masih tertidur.

Masih dalam keadaan terpejam, Qila bertanya, "Mama gak kerja?"

"Nggak. Dedek kan sakit."

Kedua mata Qila terbuka. "Sakit apa? Makan es krim, ya?"

"Dedek kan tadi pagi sakit. Mau tumbuh gigi, masa kamu lupa, sih?" Fiqa melipat kedua tangannya di depan dada.

Diam-diam, Qila bernapas lega. "Aku cuci muka dulu."

Anak yang rambutnya terlihat berantakan itu melangkah menuju kamar kecil. Setelah selesai membasuh wajahnya, ia pun melangkah menuju meja makan yang terhubung langsung dengan dapur.

"Qila, mama buatin makanan kesukaan kamu."

Suara Mel menyambut kehadiran anak pertamanya. Di meja makan, sudah ada seluruh anggota keluarga dan Nadya yang menanti kehadiran Qila.

Anak kecil itu melangkah mendekat. Pandangannya terfokus pada wajah papanya yang terlihat berbeda. Ada beberapa lebam di wajah itu. Bahkan, ujung bibirnya terlihat membengkak.
Ia memincingkan matanya, berharap jika dirinya salah lihat.

Mel yang menyadari arah pandangan anaknya, berkata, "Gak apa-apa. Gak usah diliatin terus."

Qila menghentikan langkahnya. Apa yang dilihatnya benar nyata. Mengapa papanya bisa seperti itu? Siapa yang melakukannya?

Tiba-tiba, anak itu menangis. Kakinya terus menghentak lantai secara bergantian. Meski pria itu sering membuatnya merasa takut. Tetap saja, Qila lebih takut jika harus kehilangan pria itu.

Kini ia tak takut untuk menangis di hadapan papanya. Yang ada dipikirannya hanya kondisi pria itu.

"Qila, kenapa?" Mel yang sedang menggendong Aji, mendekati anak pertamanya.

Anak itu terus menangis meski sudah dipeluk oleh mamanya.

"Kenapa? Cerita sama Bunda." Nadya yang sudah berada di dekat Qila, terus menenangkan keponakannya itu.

"Papa kenapa? Kasian." Tangisnya semakin pecah. Ia benar-benar tidak bisa melihat papanya terluka.

Gio mendekat. Digendongnya anak pertamanya itu dan berkata, "Papa baik-baik aja."

Dikecupnya pipi anaknya yang sudah tirus. "Gak usah pikirin Papa. Gak usah nangis."

Qila memeluk tubuh papanya dengan erat. Kepalanya bersandar pada dada papanya. Air mata semakin membanjiri pipinya. Meski rasa takut untuk berada dekat dengan papanya masih terasa. Namun ia merasa senang.

Setelah sekian lama, ia bisa kembali merasakan pelukan hangat sang ayah.
Mel yang menyaksikannya pun tak bisa menutupi keterkejutannya. Berbeda dengan Nadya yang tersenyum puas.

"La je pa." Aji berteriak. Tangannya berusaha untuk meraih tubuh papanya. Ia tak suka pria itu membuat kakaknya menangis.

Di sela tangisnya, Qila berkata, "Tapi Papa obatin."

"Iya, nanti Mama obatin. Kamu makan dulu, jangan telat makan," kata Mel yang sedang berusaha melepaskan cengkraman Aji pada pakaian suaminya.

Gio mendudukkan Qila pada kursinya. Dapat ia lihat dengan jelas jika anaknya merasa sangat sedih.

"Makan yang banyak, ya." Pria itu kembali mengecup kedua pipi anak pertamanya.

"Qila cengeng."

"Fiqa, makan aja. Gak usah ngurusin orang," tegur Gio.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now