22. Emosi

91.2K 6K 438
                                    

Pagi ini, Qila terlihat begitu bersemangat. Ia mengisi botol air minum miliknya sambil terus bernyanyi. Tak lupa, ia juga mengisi botol air minum milik kembarannya.

"Qila, makasih, ya," ucap Fiqa.

"Iya." Qila memasukkan botol minumnya ke dalam tas.

Dua anak kembar itu duduk di atas kursi meja makan. Qila masih terus menyanyikan lagu anak-anak kesukaannya.

"Makan dulu, Nak." Mel memberikan sepiring nasi goreng pada Qila.

Anak kecil itu masih terus bernyanyi. Kepalanya bergoyang ke kanan dan ke kiri.

"Qila, makan dulu. Nanti nyanyi lagi," tegur Gio.

Qila pun menghentikan nyanyiannya. Ia mulai menyendokan nasi goreng dan memasukannya ke dalam mulut.

"Anak Mama seneng banget, kenapa sih?" tanya Mel dengan senyumannya.

"Iya, dong! Kan hari ini aku gak duduk sendirian di sekolah." Qila terus menyantap makanannya dengan semangat hingga selesai.

"Ma, nanti aku pulang sekolah dijemput siapa?" tanya Qila. Ia yang pertama selesai menghabiskan sarapannya.

"Dijemput Bunda, ya. Kalian langsung ke tempat les." Mel menjawab.

"Terus, aku pulang dijemput Bunda lagi, kan?" Qila mengambil sepotong apel yang sudah dipotong oleh Mel.

"Iya." Mel yang sudah selesai sarapan pun meletakkan piringnya di tempat piring kotor.

"Ma, hari ini Papa lembur, ya." Gio ikut meletakkan piring kotornya.

Tidak ada jawaban dari istrinya. Ia tahu, wanita itu masih marah perihal kejadian semalam.

"Qila, Fiqa, kalian jangan nakal, ya. Jangan repotin Bu Guru di sekolah. Harus nurut," pesan Mel pada kedua anaknya yang sudah memakai tasnya masing-masing.

"Iya, Mama," ucap keduanya serempak.

"Ma, Papa berangkat, ya. Jangan marah terus, nanti dedeknya ikut sedih." Gio mengecup kening Mel. Tak lupa, ia juga mengusap perut besar istrinya.

"Papa, aku juga mau dicum kayak mama." Qila memohon. Gio pun mengecup kening kedua anaknya.

"Qila, jalannya pelan-pelan, ya. Biar lukanya cepet sembuh." Mel menasehati. Anaknya pun mengangguk.

Mel mengantar keluarga kecilnya sampai pintu utama. Ia memperhatikan mobil putih milik suaminya melaju hingga tidak terlihat.

Di sepanjang perjalanan, Qila terus bernyanyi.

"Matahari terbenam, hari mulai malam." Rambutnya yang dikuncir dua pun bergerak mengikuti kepala anak itu yang terus bergoyang ke kanan dan ke kiri.

"Qila, mataharinya kan baru muncul," protes Fiqa.

Qila nampak berpikir sebelum akhirnya kembali bernyanyi. "Memandang alam dari atas bukit, sejauh pandang kulepaskan."

"Qila, kita kan gak lagi di bukit." Fiqa melipat kedua tangannya di depan dada.

"Sungai tampak berliku, sawah luas membentang, bagai permadani di kaki langit." Qila terus melanjutkan nyanyiannya. Ia tidak peduli dengan protesan dari kembarannya.

Fiqa yang kesal pun memilih untuk ikut bernyanyi. "Gunung menjulang, berpayung awan. Ohhh indah pemandangan...."

"Tuh, kan. Kamu malah ikutan nyanyi." Qila berkacak pinggang.

"Sst. Udah jangan berantem," tegur Gio dari balik setir kemudinya.

"Fiqa ngeselin tuh, Pa. Ngomong mulu," adu Qila.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)On viuen les histories. Descobreix ara