14. Menyesal

80.9K 5.8K 301
                                    

Suara mobil memasuki halaman rumah terdengar. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Seorang pria bertubuh kekar keluar dari mobilnya yang sudah terparkir.

Pria itu berjalan menuju pintu utama rumahnya. Tepat saat tangan kanannya menyentuh gagang pintu. Pintu itu terbuka dari dalam.

"Papa!" pekik seoarang anak kecil berbaju merah. Tubuh kecil itu langsung memeluk pria yang ada di depannya.

Pria itu langsung membawa anak kecil di hadapannya ke dalam pelukannya. "Mama mana?" tanyanya setelah mengecup pipi tembam anaknya.

"Di dapur." Anak kecil itu mengaitkan tangannya pada leher sang ayah. Pria itu langsung melangkah menuju dapur.

"Qila, kok minta gendong? Kasian Papa baru pulang," ucap seorang wanita yang sibuk dengan aktivitasnya.

Qila tidak menghiraukan ucapan mamanya. Ia menempelkan kepalanya di dada bidang Gio. Kedua tangan kecilnya menainkan dasi yang masih dipakai oleh papanya.

"Papa, aku juga mau digendong." Fiqa menghampiri Gio.

Gio menurunkan Qila. "Nanti, ya. Papa mau mandi dulu. Kalian main aja sana."

Qila mengangguk patuh. Ia melangkah menuju tempat bermainnya. Meninggalkan Fiqa yang kesal karena tidak digendong.

Fiqa menyesal karena tidak ikut Qila membukakan pintu untuk ayahnya. Jika tadi ia yang mebukakan pintu, pasti ia yang akan digendong.

***

Setelah selesai membersihkan diri, Gio menghampiri kedua anaknya yang sibuk dengan dunia mereka. Saking asyiknya, mereka mengabaikan Mel yang sedang memperhatikan mereka.

"Anak Papa sibuk banget, sih." Gio mencoba mengambil alih perhatian anak-anaknya, namun nihil. Kedua anaknya masih sibuk bermain.

"Qila sama Fiqa tadi sekolahnya gimana? Punya temen baru, gak?" tanya Gio. Ia masih berusaha mengambil alih perhatian anak-anaknya.

"Tadi Fiqa nangis, Pa. Gak duduk sama aku." Qila membuka suara. "Terus sama bu guru, aku dipindahin duduknya jadi sama Fiqa."

"Fiqa kenapa nangis?" Gio memandang Fiqa. "Masa gitu aja nangis."

"Nanti kalau aku dinakalin sama temen aku gimana, Pa? Nanti gak ada yang bantuin aku." Fiqa memajukan bibirnya.

"Tapi waktu di tempat les, kamu juga nangis. Padahal kita duduknya sebelahan," ucap Qila bingung.

"Fiqa, jagan cengeng. Masa apa-apa Qila? Gak boleh kayak gitu." Gio menasehati.

Fiqa kesal mendapat teguran dari Gio. Ia pun membalas perbuatan Qila.

"Pa, tadi Qila dihukum sama guru les." Fiqa mengadu.

"Kenapa?" tanya Gio pada Qila.

"Lagian gurunya marah-marah terus. Kayak ibu tirinya Cinderella. Jadi, aku bilang gitu aja. Eh, bu guru marah." Qila berkacak pinggang. "Aku, kan malu dihukum di depan temen-temen."

"Siapa yang nyuruh kamu ngatain orang yang lebih tua dari kamu?" tanya Gio santai.

"Bu guru nangisin Fiqa, sih. Marah-marah terus," jawab Qila.

"Berarti Qila nakal, ya, Pa?" Fiqa bertanya. Pertanyaannya seperti mengompori papanya.

"Kok kamu ngatain aku nakal, sih?" Qila bertanya tak terima.

Gio yang menyaksikan perdebatan kecil itu menghela napas. "Ikut Papa, yuk?"

Kedua anak kembar itu berhenti berdebat. "Ke mana?" tanya Fiqa penasaran.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now