26. Tak Pernah Akur

79.5K 6.3K 599
                                    

"Mamaa! Qilanya tuh, Maaa."

Suara teriakan anak kecil itu mampu membangunkan Mel dari tidur siangnya. Sudah beberapa hari ini ia tak bisa tidur dengan nyenyak. Langkahnya lunglai saat menghampiri anak-anaknya.

"Qila, kamu ngapain?" Mel menutup mulutnya karena menguap.

"Aku cuma pegang rambutnya doang, Ma." Qila memberi tatapan yakin.

"Tapi aku gak suka!" Fiqa berkacak pinggang.

"Jangan teriak-teriak. Mama pusing dengernya." Mel duduk di atas sofa. Tangan kanannya memegangi kepalanya yang terasa sakit.

Qila mendekati mamanya. "Mama sakit, ya?" Tangan kecilnya ia tempelkan pada kening Mel.

"Cuma pusing. Kenapa?" Mel merapikan poni anaknya.

Qila menggeleng. Kedua tangannya memegangi perut yang terasa kosong karena lapar.

"Mama marah, ya?" Fiqa duduk di samping kanan Mel.

Mel menggeleng. Ia menyoba untuk kembali memejamkan matanya. Di usia kandungannya yang sudah tua, ia merasa dirinya lebih cepat lelah dari biasanya. Samar-samar, Mel dapat merasakan perdebatan kecil antara kedua anaknya.

"Aaaaaaa!!!!"

Mata Mel terbuka. Ia terkejut dengan teriakan yang terdengar sangat dekat di telinganya.

"Kenapa lagi?" Mel berusaha bersikap sabar sebisa mungkin.

"Qila kelitikin kaki aku, Ma." Fiqa menenggelamkan wajahnya pada tubuh Mel.

"Kamu duluan yang kelitikin aku." Qila protes.

"Udah, jangan berantem." Mel mengusap kepala kedua anaknya.

Hening.

Mel curiga dengan sikap Qila yang tak bisa diam sejak tadi. Meski mulut anak itu tak mengeluarkan suara, namun sikapnya yang tak bisa diam mampu menganggu Mel.

"Kamu kenapa?" tanya Mel penuh selidik.

Qila hanya menggeleng. Ia tidak mungkin meminta makan pada mamanya yang sedang sakit kepala karena ulahnya. Lebih baik, ia menanti papanya pulang.

"Papa kapan pulang, Ma?" tanya Qila pada akhirnya.

"Masih lama."

Qila memajukan bibir bawahnya. Ia sebal. Dapat ia rasakan perutnya yang berbunyi.

Mel menoleh ke arah Qila. "Kamu laper, ya?"

Qila mengangguk.

"Kenapa gak minta makan?" Mel bersiap untuk bangun dari duduknya.

"Kasian Mama, kan lagi sakit."

Mel tertawa. "Yuk, kita ke dapur."

"Aku mau kue, Ma."

Sesampainya di dapur, Mel langsung membuat kue kesukaan Qila. Donat. Anak kecil itu sangat menyukai kue bundar dengan lubang di tengahnya.

Dengan iseng, Qila mengambil terigu yang ada di atas meja. Ia mengambilnya sedikit lalu mengoleskannya pada pipi Fiqa.

Fiqa tidak terima. Terjadilah perang terigu di dapur.

"Qila, Fiqa, jangan mainan terigu. Itu makanan." Mel terus berusaha menghentikan kedua anaknya. Bawaan bayi telah membuatnya merasa malas mendekat ke arah anak-anaknya.

Tak butuh waktu lama untuk membuat dapur menjadi serba putih karena terigu. Penampilan sepasang anak kembar itu terlihat sangat berantakan.

Sepasang anak kembar itu terlalu asyik dengan dunia mereka. Terlalu sibuk berbalas tepung. Mereka menghiraukan ucapan Mel. Hingga suara dehaman yang sangat mereka kenali mampu menghentikan mereka.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now