72. Perpisahan

96.3K 7.2K 467
                                    

Seorang pria yang sedang mengendarai mobil tersenyum ketika membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh anak pertamanya. 

"Papa, jadi lihat aku main piano?"

Usahanya untuk mendekatkan diri pada anak itu mendapatkan respons positif. Ditambah, anaknya yang kini sudah mengerti tanda baca yang baik dan benar. Jempol kirinya pun menekan sebuah gambar mikropon.

"Jadi, Papa dikit lagi sampe rumah."

Kemudian, ia melirik jam tanganya. Masih pukul sembilan pagi. Ia pun menyempatkan untuk membeli es krim. Pagi tadi, ia memang harus pergi ke rumah salah seorang karyawannya untuk mengambil berkas penting. Beruntung, anak pertamanya itu dapat mengerti.

Sesampainya di rumah, tak lupa ia meletakkan es krim ke dalam lemari es. Langkahnya pun berjalan menuju lantai atas.

"Ma, itu ada es krim di kulkas."

Mel yang baru keluar dari dalam kamar anak-anak hanya berdeham.

Gio yang merasa bingung pun mengulang perkataanya.

Wanita yang kini menghentikan langkahnya pun menatap sinis. "Gak usah cari perhatian."

"Mau kamu apa sih, Ma? Udah beberapa hari ini, kayaknya kalau Papa perhatian ke Qila, salah terus."

Bukankah Mel sudah memberitahu keinginannya? Mengapa pria yang kini berada di hadapannya, masih saja bertanya?

"Semuanya udah terlambat. Giliran anak udah sakit, baru baik."

"Mama," panggil Gio.

"Apa?" ketus Mel.

Dari dalam kamar yang pintunya tidak tertutup rapat, ada seorang anak kecil yang sejak tadi menyaksikan kedua orangtuanya yang mulai berdebat. Ia merasa bingung karena orangtuanya tidak pernah seperti ini sebelumnya. Langkahnya pun kembali menghampiri kembarannya yang sedang bermain di salah satu sudut kamar.

"Qila, Mama sama Papa berantem."

Anak yang sedang bermain dengan adik bayinya pun menoleh. "Kenapa?"

Fiqa menggelengkan kepalanya, wajahnya berubah panik. "Gak tau. Aku takut."

Baru saja Qila ingin berdiri untuk menutup pintu, suara bentakan terdengar dari luar kamar.

"Aku mau kita pisah!"

Mendengar itu, Fiqa semakin merasa takut. "Mama kenapa?"

Qila yang ikut merasa takut pun berkata, "Tutup kuping kamu, Fiqa. Semuanya akan baik-baik aja."

Sungguh, Qila tidak yakin dengan ucapannya. Ia hanya mengambil kata-kata yang sering dilontarkan oleh Papa demi membuat saudara kembarnya merasa tenang.

Kedua tangannya bergerak untuk menutupi telinga Aji. Tidak apa jika ia harus mendengar teriakan demi teriakan. Yang penting, adik bayinya tidak mendengar.

"Anak-anak ikut aku!"

Suara dengan nada tinggi, kembali terdengar.

"Jangan pisahin aku sama Qila. Hubungan kita baru aja membaik. Itu kan yang kamu mau?"

Qila terdiam. Apa ia akan kemabali berpisah dengan Papa di saat pria itu sering bersikap manis padanya? Tapi, mengapa?

"Gak perlu waktu lama, kamu juga pasti sakitin dia lagi. Untuk apa berubah baik? Kamu pasti pukul Qila lagi!"

"Bawa Fiqa sama Aji. Tapi aku mohon, jangan bawa Qila."

"Harusnya Qila yang dipisahin sama kamu, bukan Fiqa sama Aji!"

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now