22. Emosi (2)

102K 6.4K 1K
                                    

Qila, Fiqa, dan Zachra sudah pulang saat Nadya tiba di tempat les. Ketiga anak itu sedang berada di tempat bermain yang disediakan khusus untuk anak-anak yang sedang menunggu.

"Hai!" sapa Nadya saat menemukan Qila yang hanya duduk di salah satu bangku warna-warni.

Qila hanya diam.

"Fiqa, Zachra, ayo pulang!"

Dua anak itu pun berlari menghampiri Nadya.

"Bunda, aku masih mau main." Zachra menatap Nadya, memohon.

Nadya tersenyum. "Kamu udah main di sini dua jam lebih, kurang?"

Zachra mengangguk mantap.

Nadya mengusap rambut anak kecil itu. "Kapan-kapan kita ke sini lagi, ya. Sekarang pulang, nanti kalau kita pulang telat, papa marah."

Zachra memajukan bibirnya. Dengan berat hati ia menurut. Ia datang ke sini bukan karena akan menerima pelajaran tambahan. Dirinya sengaja dititipkan oleh Nadya di sana selama wanita itu menghampiri kakaknya.

"Bun, gendong." Zachra menyodorkan kedua tangannya. Nadya pun membawa anak kecil itu ke dalam gendongannya.

"Yuk, pulang." Tangan kanannya menarik salah satu tangan Fiqa. Qila berjalan dengan tertatih di belakang.

Nadya terus berjalan tanpa menengok ke belakang. Hingga wanita itu tiba di dekat mobilnya yang terparkir, ia baru menyadari jika sedaritadi hanya Fiqa yang mengikutinya.

"Loh, Fiqa mana?"

"Aku Fiqa, Bunda." Anak itu tertawa. Ia selalu menganggap lucu orang-orang yang salah menyebut namanya.

"Qila ketinggalan kok kamu diem aja?" Nadya menurunkan Zachra dari gendongangannya. Ia langsung berlari mencari Qila.

Qila masih menyoba berjalan secara perlahan. Menahan perih di lututnya yang kembali mengeluarkan cairan merah. Bibirnya ia gigit supaya ia tidak terisak. Tangan kecilnya terus menghapus air mata yang tak juga ingin berhenti keluar dari matanya.

Semakin lama, perih di lututnya semakin terasa. Kaki kecilnya sudah tidak sanggup lagi melangkah. Cairan merah sudah membasahi kaos kaki putihnya. Ia hanya berharap, cairan itu tidak mengenai lantai tempat ini. Kaki kecil itu sudah tidak kuat untuk berdiri.

Sebuah tangan berhasil menangkap tubuh kecilnya yang hampir saja kembali terjatuh. Matanya yang tertutup oleh cairan bening membuat pandangannya tidak jelas. Seseorang telah membawa tubuhnya ke dalam gendongan.

"Qila kenapa?!" pekik Fiqa saat mendapati kaki kembarannya yang sudah dipenuhi darah.

Qila hanya diam.

Nadya mendudukkannya di atas jok belakang. Wanita itu membersihkan darah di kaki Qila dengan tisu yang hanya diberi air.

"Kok bisa berdarah lagi? Tadi kamu loncat-loncat pas main?" tanya Nadya penuh selidik.

Qila menggelengkan kepalanya.

"Tadi Qila dihukum, Bun." Fiqa memberitahu.

"Disuruh ngapain?" Nadya mengalihkan pandangannya pada Fiqa.

"Disuruh berdiri sampe pulang."

Kening Nadya mengerut. "Yakin bediri doang?"

Fiqa menggeleng. "Tadi kan Qila aus, terus aku kasih minum aja deh. Soalnya Qila minta tolong ke aku buat ambilin minum. Eh, Bu Gurunya marah gara-gara Qila minum. Padahal kan Qila aus."

"Terus?"

"Terusss, Bu Guru marahin aku. Terus Qila disuruh angkat kakinya satu sama jewer kupingnya." Fiqa menatap Qila. "Iya kan, Qila?"

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ