12. Kenyataan

90.3K 6.3K 694
                                    

Qila melangkah menuruni satu persatu anak tangga. Ia masih harus beradaptasi dengan rumah barunya. Hidungnya mencium aroma masakan lezat yang disusul dengan bunyi di perutnya. Langkahnya terhenti di dapur.

"Mama, aku laper," ucapnya pada sang ibu

"Kamu duduk aja, Mama ambilin makan." Mel memberi intruksi.

Qila mengangguk dan duduk di sebelah ayahnya.

"Zachra gak kamu temenin?" Gio bertanya. Tangannya ia gunakan untuk merapikan rambut Qila yang masih berantakan.

Qila menggeleng. "Dia diem terus. Aku sebel."

"Zachra malu sama kamu. Nanti juga udah gak malu lagi." Gio menasehati.

"Aku aja gak malu ketemu dia. Masa dia malu?" Qila bertanya heran.

"Setiap orang, kan beda-beda. Gak semua orang punya sifat sama kayak kamu. Fiqa yang kembaran kamu aja sifatnya beda sama kamu." Gio membelai rambut anaknya yang sudah mulai rapi.

Qila menempelkan dagunya pada lipatan tangannya. Bibirnya ia majukan, sebal. Membuat pipinya membesar dan wajahnya semakin terlihat lucu.

"Masa aku denger Zachra manggil 'Bunda' ke Bunda." Qila berbicara entah kepada siapa.

"Emang kenapa kalau dia juga panggil Bunda?" Mel yang masih menyiapkan makanan untuk Qila pun bertanya.

"Katanya, Bunda gak punya anak," jawab Qila yang masih sebal dengan anak kecil yang dibawa bundanya pagi tadi.

"Zachra, kan anak bunda." Gio memberitahu.

Qila membelalakan matanya. Membuat Gio tertawa melihat wajah anaknya yang menggemaskan.

"Anak adopsinya bunda." Mel menambahkan. "Nih, dimakan," lanjut Mel. Ia meletakan semangkuk soup di atas meja.

"Bilang apa sama Mama?" tanya Gio.

"Makasih, Ma." Qila menerima mangkuk itu. "Adopsi itu yang dedek bayi di dalem perut, diambil, kan, Ma?" Qila menyuap soupnya.

Mel tertawa pelan. "Itu aborsi, sayang."

"Adopsi itu, ngangkat anak orang lain jadi anak sendiri. Zachra, kan anak orang lain." Gio menjelaskan.

Qila mengangguk paham. Meski ia tidak mengerti apa itu arti dari mengangkat anak. Intinya Zachra bukan anak yang keluar dari dalam perut bundanya.

Sadar akan suatu hal, Qila melambatkan aktivitas makannya. Pikiran yang terlintas di otaknya membuat dirinya merasa takut akan suatu hal.

"Kenapa?" Mel yang duduk di hadapan Qila pun bertanya.

"Bunda masih sayang sama aku gak, Ma? Kan udah ada Zachra." Qila bertanya takut.

Mel tersenyum. "Ya masih dong. Bunda gak akan kemana-mana."

"Kenapa bunda ngangkat anak? Kan ada aku sama Fiqa." Qila menunduk sedih.

"Itu hak bunda, sayang. Kamu gak boleh larang-larang bunda. Nanti bunda sedih, loh." Mel menasehati.

"Kamu mau bunda sedih?" Gio bertanya lembut.

Qila menggeleng. Pernyataan itu membuat dadanya terasa sesak. Perlahan, air matanya mulai berjatuhan. Ia takut jika bundanya tidak akan menyanginya lagi. Ia takut Zachra mengambil kasih sayang dari bundanya.

"Bunda masih sayang sama kamu." Gio mendekap tubuh mungil anaknya.

"Kalau bunda gak sayang aku lagi, siapa yang sayang aku, Pa?" Qila terisak.

Mel menghampiri anaknya yang terisak dan ikut mendekapnya. "Mama sayang sama kamu. Papa, Fiqa semuanya sayang kamu," bisik Mel tepat di telinga Qila.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now