17. Jam Tangan (2)

75.6K 6K 586
                                    

Qila dan Fiqa terus melangkah riang menuju rumah mereka. Qila sudah tidak sabar ingin memberitahu papanya jika ia bisa memutar jarum jam pada jam tangannya. Ia membayangkan wajah bangga papanya dan kecupan yang diberikan oleh pria yang sangat ia cintai. Fiqa hanya berharap dirinya tidak kena marah karena pulang terlambat.

Kedua anak itu pun sampai di depan rumahnya. Dengan rasa penuh tanggungjawab sebagai seorang kaka, Qila langsung mencoba membuka pagar kayu setinggi kurang lebih 2 meter yang ada di hadapannya. Senyum sumringah terukir di wajahnya ketika pagar itu berhasil ia buka karena tidak dikunci.

***

Sepasang suami istri sedang menyiapkan masakan untuk makan malam. Pria bertubuh tegap itu terlihat menjalankan intruksi dari istrinya dengan telaten dan sabar. Istrinya hanya duduk di atas kursi karena kondisi tubuhnya yang masih lemah.

"Pa, ini udah jam enam." Wanita itu melirik jam dinding yang ada di dekatnya. Dirinya merasa cemas. Takut akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dengan kedua anaknya.

Pria yang ada diruangan itu nendekati istrinya, memeluknya dari samping dan menenangkannya. "Mereka akan baik-baik aja, Ma." Ia mengusap lembut rambut istrinya. "Jangan mikir yang aneh-aneh, pikirin kondisi kamu saat ini."

Wanita di ruangan itu berusaha meyakinkan dirinya dan menepis pikirannya yang tidak-tidak. Suara adzan pun berkumandang. Membuat wanita yang sedang hamil itu semakin panik.

"Pa, cari anak-anak, Pa." Wanita itu mendongak. Menatap suaminya dengan penuh permohonan.

"Iya, tunggu dikit lagi. Masakannya udah mau mateng." Pria itu kembali berkutat dengan peralatan dapur.

"Papa, anak-anak ke mana?" Wanita itu sudah menitikkan air matanya. Ia sangat khawatir. Tidak ingin kehilangan anak-anaknya.

"Iya, Ma. Tunggu dikit lagi." Pria itu menjadi semakin panik.

"Pa, Mama mau nyari sendiri aja, ya?" Air mata sudah kembanjiri pipi wanita itu. Ia sangat merasa panik. Kehamilannya membuat dirinya menjadi sangat sensitif.

"Iya, Papa cari sekarang." Pria itu, Gio, segera mematikan kompor dan bergegas mengambil kunci rumah yang ada di atas meja makan.

Saat Gio hendak berjalan menuju pintu utama, ia mendengar suara pintu yang terus digedor. Disusul suara dua orang anak kecil yang terus memanggil mama dan papanya.

"Papa." Mel menghentikan langkah suaminya. "Itu anak-anak?" Mel tidak tahu jika pintu utama dikunci oleh suaminya.

"Papa cek, ya. Kamu tunggu sini aja." Mel mengangguk setuju. Ia sudah menghapus jejak air matanya. Gio langsung berjalan dengan cepat menuju pintu utama.

Sesampainya Gio di depan pintu utama, ia mengintip melalui jendela. Menyaksikan ekspresi panik anak-anaknya. Wajah lucu kedua anaknya tidak bisa meluluhkan perasaan kesalnya.

Gio memasukkan kunci rumah ke dalam lubang pintu. Memutarnya dengan cepat. Ia kembali menarik kunci dari dalam lubang, membuka pintu dengan kasar. Dua orang anak kecil di hadapannya memasang wajah terkejut. Pria beralis tebal itu menatap kedua anaknya yang sudah tetunduk takut.

"Masuk." Gio membuat pintu terbuka lebar. Memerintahkan kedua anaknya untuk duduk di atas sofa ruang tamu.

Dua anak kecil dengan wajah identik itu mengangguk. Menuruti perintah papanya. Gio kembali mengunci pintu rumah. Sebelumnya, ia memastikan terlebih dahulu pintu pagar sudah tetutup.

Gio menyuruh kedua anak itu berdiri. Ia duduk di sofa. Ia menatap kedua anak-anaknya yang sudah keringat dingin. Ia berdeham terlebih dahulu sebelum berbicara.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now