Menteng: Rabu, 25 Desember 2013

2K 60 5
                                    

"Selamat Natal."

Diva melihat bingkisan kado merah berpita biru tua di hadapannya. Setelah tersenyum, ia kemudian melihat kepada sang pemberi kado tersebut.

"Makasih. Dan selamat ulang tahun," ucap Diva sembari mengeluarkan bingkisan kecil dari tasnya. Arli melihat sejenak, dan mengambilnya dari tangan Diva.

Di kafe tersebut, hanya Arli dan Diva yang tengah sibuk sendiri bertukar kado. Pelanggan kafe lainnya tengah menonton berita di layar televisi yang menempel di dinding. Seorang pembawa berita bernama Warta Lana tengah mendeskripsikan dengan rinci kelanjutan dari pengangkatan sultan baru Malaysia. Tidak lama yang lalu, yang diramaikan adalah pembunuhan sultan Malaysia sebelumnya. Banyak yang menduga bahwa pembunuhnya berasal dari Indonesia, meski tidak ada yang tahu persis. Pun juga, tidak sedikit yang mengatakan bahwa dugaan tersebut dibuat-buat demi memperpanas pertikaian antar Indonesia dan Malaysia.

"Nggak terasa ya. Sebentar lagi semester lima selesai," keluh Diva. Arli mendengarkan sambil meraba-raba kado kecilnya yang dilapisi bingkisan kuning. "Satu semester lagi, habis itu kuliah. Atau apa aku nganggur setaun aja; cari kerja?"

"Lebih baik kamu langsung kuliah. Boros umur kalau kamu menganggur," balas Arli.

"Tapi aku punya waktu luang setaun, loh. Setaun. Aku bisa tinggal sama kamu setaun itu. Kubuatkan kamu sarapan paginya, dan kutimang-timang malamnya," rayu Diva.

Arli tersenyum kecut, "Timang-timang? Yakin, timang-timang? Bersamamu di sekolah saja sudah melelahkan. Apalagi kalau tiap malam."

"Banyak omong kamu. Kamu senang 'kan?" Diva tergelak.

"Tetap saja. Satu tahun itu waktu yang lama. Kamu tak pulang dua hari saja kakakmu sudah meneleponmu belasan kali. Apalagi setahun."

"Dia juga jarang pulang, kok. Kamu yang malah lebih sering menginap di tempatku. Tapi kamu juga tak pernah bertemu kakakku, 'kan? Selama ini?"

"Kadang aku heran denganmu. Kakakmu juga. Satu keluargamu malah. Heran kenapa kamu dan kakakmu boleh tinggal sendirian di sini."

"'Kan ada saudara di sini," Diva tersenyum simpul sambil menikmati bagaimana wajah Arli berubah ketika ia tahu isi dari kado kecilnya.

"Diva, kamu berlebihan," Arli menaruh kadonya di atas meja. "Kamu memeras orangtuamu lagi?"

"Udah. Pakai aja dulu," sewot Diva. Arli membuka kadonya perlahan, dan tercengang melihat kilau galuh logam arloji yang menjadi hadiah ulang tahunnya. Ia kemudian memakaikan arloji tersebut ke tangan kanannya dan menyetelnya ke jam lima sore. "Bagaimana? Kamu suka?" lanjut Diva.

"Apa uang jajan kamu dipotong lagi?" Arli prihatin.

"Emangnya kenapa? Kamu nggak akan kasih aku jajan lagi?" Diva terkekeh.

"Dasar," senyum Arli.

Layar di televisi kafe memperlihatkan sosok lelaki karismatik bernama Abdullah dari Kedah. Lelaki tersebut telah diangkat menjadi sultan baru Malaysia. Banyak hal yang dibicarakan dalam berita itu, dan Warta Lana mendeskripsikan tiap hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengangkatan sultan baru itu. Banyak penonton yang mengernyit, bertanya-tanya nasib Malaysia di masa depan, dan juga dampaknya terhadap Indonesia kelak—rumor pembunuh dari Indonesia itu memperkeruh segalanya. Arli dan Diva tak mengacuhkan berita tersebut.

"Lagian, kamu nggak berani juga 'kan? Nggak kasih kalau aku minta?" tantang Diva.

"Untung aku memberikanmu hadiah natal itu," Arli menjawab tantangan Diva; "Kamu boleh mengintip. Tapi jangan buka sekarang."

Ujian NasionalWhere stories live. Discover now