Sawah Besar: Senin, 14 April 2014 - Bagian 1

508 31 1
                                    

Suasana di depan kelas ricuh. Siswa-siswi banyak yang duduk di lantai koridor sekolah. Beberapa termasuk Sarah dan dua kawannya sedang duduk di dalam kelas. Ujian Nasional Bahasa Indonesia akan dimulai pukul setengah delapan pagi, dan tidak banyak siswa-siswi yang menghormati ujian tersebut dengan setidaknya mereka ulang pelajaran Bahasa Indonesia sedari kelas sepuluh. Hanya segelintir: Sarah, Robi, Novi, dan beberapa teman sekelas mereka yang berkumpul di tengah-tengah kelas.

Sarah tengah sibuk menjelaskan cara mencari hal-hal penting dalam suatu paragraf kepada teman-temannya. Robi sendiri sedang berlomba meminta diajari Sarah beberapa kata Indonesia yang tidak ia tahu artinya. Novi sibuk dengan permainan gawainya, sedangkan Diva berada di sudut kantin bersama Bejo, Daffa, dan para perokok lainnya. Satu-dua rekan sekelas Sarah berusaha bertanya mengenai biologi yang akan menjadi ujian kedua di hari itu, tetapi mereka tidak digubris Sarah. Biologi bukan ujian pertama di hari itu, pikir Sarah, nanti saja kalau mau tanya-tanya—atau malah seharusnya sedari lama.

Tiba-tiba, pengeras suara sekolah menyala dan memainkan alarm panjang yang menggaung ke seluruh penjuru sekolah. Hampir semua penghuni sekolah dibuat diam karena kerasnya suara alarm itu. Dari kantin, Diva dan teman-teman perokoknya dapat mendengar suara alarm yang sama dari pengeras suara selain di sekolah. Apa pun pesan setelah alarm ini, pesan tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi siswa-siswi sekolah ini, pikir Diva.

Alarm tersebut masih belum selesai, dan banyak penghuni sekolah yang mulai khawatir serta takut. Novi, misalnya, berhenti memainkan gawai dan menutup telinga dan matanya. Sarah berusaha menenangkan Novi dengan menepuknya berkali-kali—yang justru membuat Novi lebih takut lagi. Sarah sendiri dibuat penasaran terhadap bunyi alarm tersebut, ada apa, pikirnya. Bahkan kelompok siswi di koridor sekolah yang biasanya tidak bisa diam merumpi, kini diam dalam cengangan.

Setelah alarm itu selesai, terdengar suara wanita. Suaranya lantang dan dalam, serta tak ada yang mengenali suaranya. Hanya Sarah yang mengenal: suara salah satu tantenya, seorang Jenderal Angkatan Laut Tentara Nasional Indonesia. Pesan yang dibawakan wanita itu menggemparkan seisi sekolah.

"Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada pukul 06.58 pagi ini, tepat di pesisir Nongsa, Batam, telah turun serdadu militer dari Negara Malaysia yang mengancam kedaulatan Republik Indonesia. Oleh karena itu, pada pukul 07.15, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan dekret yang menyatakan bahwa Republik Indonesia akan berperang melawan Negara Malaysia. Bagi Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia sekalian, inilah saatnya kita membuktikan: cinta kita terhadap tanah air, harkat dan martabat kita, serta semangat nasionalis kita! Mari kita berjuang bersama, untuk bersatu melawan pengancam kedaulatan Republik Indonesia; untuk bersatu melawan serdadu Negara Malaysia!"

Hening. Tak ada yang berbicara. Tidak ada yang tidak tercengang. Tidak ada yang tidak kaget. Sesaat kemudian, pengeras suara memainkan sebuah lagu yang menggema ke seluruh penjuru Jakarta.

Bangkit, wahai bangsa besar!

Bangkit, tuk berperang!

Dengan Negara Malaysia,

Negara biadab!

Biarkan jiwa mulia

Bergemuruh layaknya ombak

Berlangsung perang nasional,

Pertempuran sakral

Basmi semua penjarah,

Para pengkhianat,

Perampok dan pemerkosa,

Penyiksa manusia!

Biarkan darah gemilang

Bertumpahan layaknya sungai

Berlangsung perang nasional,

Pertempuran sakral

Tak berani sayap hitam

Terbang di atasnya

Tanah pertiwi yang luas

Tak terinjak lawan!

Biarkan jiwa mulia

Bergemuruh layaknya ombak

Berlangsung perang nasional,

Pertempuran sakral...²

[]



² Lagu ini diadaptasi dari lagu nasional Uni Soviet berjudul Svyashchennaya Voyna (Perang Sakral).

Ujian NasionalWhere stories live. Discover now