Sawah Besar: Senin, 14 April 2014 - Bagian 4

320 23 0
                                    

Danu kembali ke lapangan upacara sekolah. Baru ia dalami pikiran saat itu, tentang bagaimana gedung sekolah sudah hampir rata dengan tanah. Hanya sekitar setengah yang masih berdiri kokoh, dan dua-tiga pohon yang tidak tumbang.

Di lapangan itu Danu melihat dua manusia. Satu bersimbah darah, satu lagi tergeletak kaku dengan lidi baja di kepalanya. Sepertinya beberapa menit setelah ditinggal, Diva berusaha membangunkan Pak Arli. Pun kini, gadis itu terlihat masih mencoba membangunkan. Ketika Danu mencoba mendekati, sayup-sayup terdengar bisikan Diva dengan kata-kata seperti "sayang" dan "cinta" di antaranya.

Suara Diva hampir tidak terdengar karena gemuruh sayap-sayap hitam di langit, tetapi Danu kini mengerti dan mengonfirmasi curiganya selama tiga tahun terakhir. Suara yang ia dengar di satu toilet sekolah yang sepi, di UKS ketika jam pelajaran, dan di ruang BK ketika anak-anak telah pulang, adalah suara Diva dan Arli. Sempat ia menduga bahwa itu suara penunggu sekolah, dan teman-teman carakanya hanya mengiyakan serta ikut ketakutan. Kini ia tahu siapa penunggu sekolah itu.

Danu berusaha mendekat dan memegang pundak Diva, hendak menyadarkannya. Tangannya diusir. Sekali lagi, dan diusir lagi. Semakin ia memaksa, semakin cepat tangannya diusir, dan semakin keras Diva mencoba memekik dengan sisa suaranya. Danu hendak mencoba lagi, tetapi datang dentuman dan getaran yang membuatnya waspada.

Tiga-empat dentuman setelah itu, Danu melihat di langit bayang-bayang hitam yang saling beradu. Satu di antaranya jatuh di langit barat, dan disusul satu lagi di langit utara. Ia tak tahu apakah sayap-sayap hitam itu semuanya musuh, atau beberapa di antaranya adalah Angkatan Udara Indonesia. Dentuman demi dentuman kembali datang, dan getaran kembali terasa. Danu tak lagi sabar, dan memegang kencang lengan Diva lalu berlari memisahkan gadis itu dari kekasihnya.

Diva terhentak, meraung dengan suaranya yang sudah habis, menggapai-gapai Arli yang semakin jauh. Kakinya dipaksa berjalan, dan hampir-hampir terseret. Dentuman kencang terjadi begitu dekat dengannya dan Danu, membuat keduanya jatuh, dan sebagian gedung sekolah rubuh lagi. Reruntuhan sekolah ini kemudian mengubur Arli, yang disambut oleh pekikan lemah Diva. Danu yang melihat kejadian tersebut kembali berdiri dan menyeret Diva dengan kasar. Mereka berdua pergi dari lapangan upacara.

Ketika Danu sampai di parkiran mobil, ia berhenti memaksa Diva berjalan. Diva jatuh berlutut, menangis dan memekikkan suara yang tidak keluar. Setelah itu, Diva lelah, dan terjatuh. Ia pingsan. Danu gelagapan melihat Diva pingsan, dan segera menggendongnya. Tangannya langsung lembab dengan darah yang membanjiri seragam Diva. Lembab itu, bau itu, warna itu, semua mengingatkan Danu ketika ia harus mengurusi kucing kampung peliharaan keluarganya yang terlindas truk dulu. Danu meringis, tetapi ia tidak tega. Ia kemudian membawa Diva ke pos satpam.

Danu menyadari salah satu kunci mobil guru telah hilang, dan ketika menengok ke arah mobil-mobil yang terparkir, mobil dari kunci tersebut juga telah menghilang. Ia ingat bahwa orang-orang yang selamat hanya yang tersisa di lapangan upacara tadi, dan mengerti bahwa ia ditinggal. Setelah diam sesaat, Danu berteriak dan menghantam meja pos satpam dengan tinjunya. Kenapa aku tidak ditunggu, pikir Danu.

Hanya tersisa satu lagi kunci mobil guru, dan itu adalah kunci mobil Arli. Mobilnya pun masih ada. Danu berpikir. Ia menimbang-nimbang apakah ia akan dijemput oleh Jaka atau tidak. Jaka jelas mencuri mobil salah satu guru, dan hal itu dimungkinkan karena keadaan yang genting—dan guru yang memiliki telah terkubur bersama reruntuhan gedung sekolah. Apakah ia harus melakukan hal yang sama? Apakah ia harus menunggu? Jika ia mengambil mobil Arli, akan ke mana ia? Bagaimana dengan Diva? Begitu banyak pertanyaan di kepalanya kini, dan ia hanya menyambut datangnya pertanyaan itu dengan tinju kedua ke meja pos satpam. Ia dibayar untuk membersihkan noda tahi siswa yang tak menyiram toilet dan siraman es jeruk yang ditumpahkan siswi tak bertanggung jawab. Ia tak pernah dibayar untuk menghadapi hujan api dari langit.

Ujian NasionalWhere stories live. Discover now