Bab 28

2.4K 472 45
                                    

Sebelum lanjut, tap VOTE dulu ya ...

*****

Satu minggu berlalu, rasanya semua telah kembali ke tempat semula dimana Arga tertidur di sampingnya setiap malam dan terbangun di sampingnya setiap pagi. Kamar mereka dipenuhi dengan aroma parfum Arga dan lemari yang semula kosong itu terisi kembali. Maggie senang luar biasa dengan kenyataan yang satu ini, namun sudut dalam hatinya malah terasa sakit sementara pikirannya masih berkelana kesana kemari, Maggie sama sekali tidak merasakan ketenangan barang sebentar saja meskipun Arga tetap berada di sampingnya. Pria itu bahkan sampai tidak masuk kantor dan hanya mengontrol pekerjaannya dari rumah, ia benar-benar menuruti semua permintaan Maggie untuknya, hanya saja ...

Hanya saja Arga berubah.

Pria itu tidak merengek dan minta dibuatkan makanan olehnya, sebaliknya. Arga memasak sendiri.

Pria itu tidak lagi berantakan, dia benar-benar merapikan semua barang-barangnya sendiri.

Pria itu tidak sibuk dengan portal berita pada ponselnya, melainkan sibuk dengan acara TV dan tertawa di depannya—yang justru membuat Maggie kebingungan. Dimana letak lucu dari acara yang Arga tonton? Maggie benar-benar tak mengerti.

Arga menemaninya makan, menemaninya tidur, menemaninya jalan-jalan, tetapi Maggie tidak merasa puas akan hal itu.

Arga menemaninya, tetapi dia tak pernah menatapnya lama.

Arga menemaninya, tetapi dia tak pernah berbincang-bincang dengannya.

Arga menemaninya, tetapi dia tidak pernah memeluknya.

Arga hanya membantu Maggie, menyentuhnya seperlunya, pria itu tak melakukan banyak koontak fisik dengan Maggie, dan perasaan menyebalkan yang dulu ia tekan dalam-dalam kini mulai menguasainya lagi.

Maggie merasa tak diinginkan, tetapi alih-alih berteriak dan marah kepada Arga, Maggie memilih untuk memendamnya sendiri. Meskipun Arga terasa bagai perawat untuknya—alih-alih suami, tidak apa-apa. Selama Arga berada di sampingnya dan tidak pergi kepada Naura, tidak apa-apa.

"Ga, aku mau makan Sushi. Makan di luar yuk!" ajak Maggie pada Arga yang baru selesai berbicara dengan sekretarisnya.

Arga mengangguk, "Aku siapin mobil dulu," katanya.

Maggie menggeleng, "Aku mau naik motor ya? Udah lama nggak boncengan."

Arga diam sejenak, namun kemudian dia tersenyum dan mengangguk, "Kalau gitu aku panasin motornya dulu ya," katanya.

Maggie tersenyum, "Aku pake baju apa ya kira-kira?" tanyanya.

"Terserah," jawab Arga. Pria itu berlalu dari hadapannya, meninggalkan Maggie yang kini menatap punggung Arga dengan kosong.

****

"Kamu kalau naik motor ganteng banget banget banget banget sampe aku nggak mau naik motor lagi kalau bukan kamu yang bawanya."

Kalau sebuah kenangan dapat berwujud manusia, ia akan hidup sebagai manusia paling menyebalkan yang pekerjaannya meledek, menghujat, dan menghantuinya setiap saat.

Arga sibuk memanaskan motornya, namun tangannya memutar gas dengan keras dan penuh tenaga, mengusir pikiran-pikiran gila yang kini muncul di kepalanya. Tapi diusir seperti apapun hasilnya tetap sama, Arga tak dapat lari darinya.

Pria itu meraih ponselnya dan menatap puluhan pesan yang sudah ia ketik dan kirimkan, sayangnya Arga mematikan data di ponselnya sehingga pesannya tak pernah terkirim pada orang yang ia tuju.

Sesungguhnya, Arga bahkan tak bisa tidur karena perasaan gila yang kini menggerogotinya, tetapi ...

"Ga, sayang? Udah beres?"

3 SOMETHING ABOUT LOVEWhere stories live. Discover now