32 - PASAR SIAL

1K 217 13
                                    

SEBELUMNYA, aku mau ngasih tahu kalau Kosan Ceria ada versi chat keseharian mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEBELUMNYA, aku mau ngasih tahu kalau Kosan Ceria ada versi chat keseharian mereka. diupload di instagram @ haii.pai, di sana banyak keseruan warga kosan. mampir yaa!!

-----------------------

32 - Pasar Sial

•••

"Berangkat dulu Pak Ustaz," ucapku sopan pada bapak-bapak berpeci putih tengah memanjakan burungnya di dalam sangkar.

Heran, banyak sekali bapak-bapak yang suka memelihara burung, terutama lelaki—seperti burung si bewok yang lepas dari sangkar rumah bu Kos—padahal tidak ada serunya sama sekali. Mana jadi incaran para kucing.

Lupakan tentang burung. Aku dan si Rian tadi memutuskan untuk mengambil dompet milik cowok itu lebih dulu. Tebak kenapa? Ya karena aku ogah meminjaminya seratus. Aku saja harus menyisikan untuk bayar kosan, mana belum gajian, kebutuhan makanan juga semakin terbatas.

Kami berdua memutuskan izin keluar di jam-jam makan siang untuk membeli sesuatu yang bisa dijadikan sebagai bingkisan menjenguk bu Kos, kalau kami memilih izin saat jam makan siang Om Diyat nanti bisa kultum tujuh hari tujuh malam sebab pagi dan jam siang adalah waktu ramai-ramainya Yang Kusayang.

Untungnya diizinkan, tapi si bujang lapuk itu malah tetap membuka warung kopi dengan dalih si paling mampu menangani segalanya hingga membuat kami merasa bersalah walau tidak diancam akan dipotong gaji. Tetapi aku dan si Rian tetap memilih keluar jaga-jaga barang yang dimau sudah habis di pasar atau sulit ditemukan kalau sudah sore.

Apa setelah menemukan yang dicari kami boleh pulang langsung? Tentu saja tidak, Om Diyat tetap menyuruh untuk lanjut bekerja. Tidak ada empatinya memang, tapi kalau kebanyakan empati nanti Yang Kusayang bisa bangkrut juga sih seperti apa yang pernah dia bilang.

"Lu kok pagi-pagi bisa ke rumah Bu Kos? Kata Bapak lu semangat bener tadi lu berangkat," tanyaku di perjalanan sehabis mengambil dompet.

"Ya apa salahnya. Om Bos ngasih tahu gue buat nganterin selai pesenan bu Kos, ya gue lakuin sebagai pegawai yang rajin. Emangnya elu!"

"Ya mana gue tahu." Nyebelin banget.

Padahal apa susahnya jawab kalau ada perintah dari Om Diyat, tidak perlu membuat dialog seolah aku tidak rajin, dia pikir dia manusia paling berjasa di dunia, padahal cuma jadi budak om Diyat. Aku terus saja mengomel kesal dalam hati.

Kami berhenti berbicara untuk beberapa saat. Tadinya aku berniat mau bikin perjalanan ini tidak membosankan dengan cara banyak mengobrol, tapi kalau si Rian menyebalkan begitu malah bikin dongkol.

Melewati warung kopi, kulihat Om Diyat sibuk dengan tab-nya sembari melayani satu pelanggan yang tengah duduk di depan meja pesan. Dia menyadari suara motor si Rian yang melintas sembari memberikan lirikan pinggir yang bombastis, dan kami hanya tersenyum dengan dua jari yang diayunkan.

KOSAN CERIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang