•21•

1K 64 24
                                    

Alna masih tidak bisa berkata

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Alna masih tidak bisa berkata. Rasanya lidahnya terasa sangat kelu untuk mengucapkan sepatah katapun. Dia memejamkan matanya, menikmati rambutnya dan wajahnya yang kini sudah lengket karena siraman jus yang berbeda rasa tersebut.

Aroma strawberry dan buah naga begitu mengguar pada hidungnya. Menjijikkan sekali. Sesekali jus yang membasahi rambutnya menetes ke bawah, membasahi almamater berwarna biru tua miliknya. Sungguh, Alna saat ini sangat mengenaskan sekali.

"Pis!" Arsen memanggil Rafis yang sekarang sudah menoleh lagi kearahnya seraya menyipitkan matanya.

Detik berikutnya Arsen melemparkan botol yang berisi jus alpukat pada Rafis, beruntung karena Rafis langsung menangkapnya dengan sempurna—jika tidak mungkin botol itu sudah terhempas pada tanah yang ditumbuhi rerumputan hijau tua.

"Lo aja yang mewakili gue. Kasihan kalau tangan gue harus menodai cewek murahan macam dia," Arsen berkata dengan suara beratnya seraya memandang jijik ke arah Alna yang sudah kembali menangis.

"Siap bos! Laksanakan!" Setelah menyahut perkataan Arsen, sekarang Rafis kembali menatap botol yang berisi jus alpukat sesaat sebelum akhirnya membuka tutup botolnya dan langsung menyiramkannya lagi pada tubuh Alna yang sudah basah karena mereka berdua tadi.

Aroma strawberry, buah naga, serta alpukat yang bercampur begitu mengguar di hidung mereka masing-masing. Ketiga cowok tampan itu terlihat acuh pada Alna yang tampilannya sungguh sangatlah terlihat menjijikkan.

Sementara Arsen? Dia sekarang tersenyum miring, tentunya dia sudah puas melihat Alna seperti itu. Rasanya dia sudah membalas perbuatan Alna kepada pujaan hatinya, siapa lagi jika kalau bukan Aileen?

Mungkin tamparan yang Alna berikan pada Aileen tidak setara dengan balas dendamnya pada Alna. Tetapi tak apa. Toh, sekarang dia sudah lega bisa melampiaskan semuanya pada Alna. Dia tidak membalas dendam dengan tamparan, melainkan dengan cara yang lebih lembut lagi, seperti apa yang barusan terjadi.

"Kamu kenapa jahat banget sama aku, huh?" Alna bertanya pada Arsen dengan suara yang terdengar bergetar.

Sungguh sangatlah sulit menahan air matanya agar tidak mengalir seperti saat ini. Karena sejujurnya hatinya sangat sakit melihat orang yang dia cintai setengah mati membela orang yang begitu dia benci setengah mati. Rasanya dia ingin mengakhiri hidupnya saja jika kalau sudah begini. Namun tentunya dia tidak sebodoh itu. Toh, dia juga takut mati muda.

Detik berikutnya Arsen tertawa remeh mendengarnya. Dia jahat? Yang benar saja. Selama ini dia tidak pernah sekalipun berbuat jahat. Saat sekolah dasar pun dia tidak pernah menjahati Aileen.

Hanya saja dia berbuat semacam itu karena semata-semata dia tak ingin jika besok saat sudah besar, Aileen akan melupakannya. Namun agaknya sekarang malah Aileen sangat membencinya.

"Terserah lo mau bilang gue jahat kek, nakal kek, nggak punya hati kek, toh, gue nggak peduli dengan omong kosong lo itu," Arsen menyahut dengan sekenanya seraya menatap tajam mata berkaca-kaca milik Alna.

"Gue muak sama lo tau nggak?" lanjutnya.

Tak lama kemudian, Arsen melangkah kedepan, mendekat ke arah Alna yang kini masih menangis terisak. Dia mencodongkan tubuh jangkungnya ke arah Alna.

"Berhenti gangguin Aileen atau lo mau hidup lo menderita?" Arsen bertanya dengan sedikit meninggikan suaranya. Setelah melaksanakan tugasnya yang kini sudah selesai, Arsen akhirnya memutuskan untuk pergi kembali ke UKS. Tentu saja dia ingin menemui Aileen lagi.

o0o

Seminggu telah terlewati semenjak dirinya mengunjungi rumah Aileen lagi, mami Aileen senang bukan main karena Aldo semakin dekat dengan Aileen. Bahkan maminya Aileen pernah memberi tahu padanya bahwa dia ingin mempunyai mantu sepertinya. Tidak bisa dipungkiri bahwa mami Aileen makin gencar mendekatkan keduanya.

Awalnya, Aldo berniat setelah pulang kampus dia akan bermain ke rumah Aileen. Seperti saat ini, dia tengah berdiri di dekat pohon berukuran besar yang letaknya tak jauh dari rumah milik Aileen. Jaraknya bahkan sudah sangat dekat dengan rumah Aileen. Namun niatnya terurung ketika melihat Aileen turun dari motor ninja berwarna merah berani.

Seketika dia tertawa miris saat melihat Aileen pulang dengan seorang cowok yang sama sekali tak dia kenali. Sudah jelas bahwa keduanya baru saja pulang dari sekolah. Mengingat bahwa Arsen dan Aileen masih memakai seragam dengan almamater berwarna biru yang melekat di tubuhnya masing-masing. Hatinya terasa sakit? Tidak usah ditanya, karena jawabannya sudah pasti iya.

Pikiran Aldo seketika menjadi berkecamuk saat melihat seorang cowok yang tak dia kenal itu ikut masuk ke dalam rumah Aileen, bahkan dengan mesranya cowok itu merangkul bahu Aileen. Tentu saja dia heran karena Aileen sama sekali tidak menolak, bahkan dirinya fine-fine saja di rangkul cowok bertubuh jangkung dengan rambut jabrik. Wajahnya sih oke, tapi tentunya Aldo tak tahu isi hati cowok itu.

Sudah dipastikan bahwa cowok itu sekolah di Dark Blue.

Bagaimana tidak? Almamaternya saja sama seperti milik Aileen.

Bagaimana dia tidak heran coba? Selama enam tahun terakhir ini, Aileen bahkan tak pernah berbaur dengan lawan jenisnya. Kecuali dirinya. Rasanya janggal? Tentu saja. Mengingat, selama ini Aileen tak pernah berteman dengan cewek atau cowok yang seumurannya. Rasa penasaran Aldo kian membuncah, nafasnya memburu, dadanya naik turun, dan degup jantungnya pun tak teratur. Dia marah tentu saja.

Tangan kirinya tiba-tiba mengepal. Dirinya bahkan tidak cocok dengan Aileen—berbeda dengan mami Aileen yang mengatakan keduanya sangat cocok. Aldo tentu sadar diri bahwa dia bukanlah termasuk orang kaya macam Aileen. Jika dia di bandingkan dengan cowok yang tadi sempat mengantar Aileen pulang maka dirinya kalah telak. Sejujurnya dia merasa enggan untuk mengunjungi rumah Aileen lagi.

Rasanya Aldo ingin marah. Tetapi dia mengurungkan niatnya tersebut. Teringat bahwa dirinya bukanlah siapa-siapanya Aileen. Dua Minggu yang lalu Aldo sempat menembak Aileen. Namun, Aileen langsung menolaknya dan mengatakan bahwa dirinya sudah menganggapnya sebagai kakak laki-lakinya. Tentu dirinya sakit hati, tetapi dia bisa apa? Dia hanya bisa menerima keputusan Aileen.

Sungguh, dia tak pernah memaksa Aileen untuk menjadi pacarnya.

Aldo melirik kantung plastik yang berada di tangan kanannya, kantung plastik itu berisi dua sepuluh ice cream dengan rasa yang berbeda—ice cream tersebut dia beli saat melewati salah satu super market yang letaknya tak jauh dari rumah Aileen. Selama enam tahun terakhir ini Aldo selalu memanjakan Aileen dengan cara mentelaktirnya ice cream.

Walau hanya satu bungkus saja. Jelas sudah bahwa ice cream yang dia bawa itu sudah mencair karena sinar matahari yang masih menyengat—karena hari masih siang. Tadi malam tepatnya jam sembilan malam, Aileen mengirimkannya sebuah chat. Chat itu berisikan bahwa Aileen memintanya main ke rumahnya setelah pulang kampus. Tetapi kenapa malah dia mengajak seseorang cowok ke rumahnya, huh?

Niatnya untuk memberi Aileen ice cream terurung begitu saja. Terlebih dia sekarang menjadi malu untuk mendekati Aileen yang nota bene-nya adalah salah satu cewek cantik yang mempunyai tubuh bak gitar spanyol dan wajah cantik yang berada di atas rata-rata. Entah kenapa dia menjadi insecure sendiri ketika mengingat wajah tampan cowok yang merangkul Aileen tadi.

Dia Arsen (END)Where stories live. Discover now