•27•

836 54 4
                                    

Saat Aqila tiba di rumah pukul sebelas malam, rumahnya tampak sepi, tidak ada suara yang timbul

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Saat Aqila tiba di rumah pukul sebelas malam, rumahnya tampak sepi, tidak ada suara yang timbul. Aqila meneruskan langkahnya begitu sudah membuka pintu utama dan kembali menutupnya dan tak lupa untuk menguncinya. Hari ini jadwalnya sangatlah padat. Toko kuenya baru saja tutup dan tokonya ramai seperti biasanya, namun kali ini berbeda karena beberapa pengunjung memesan kue yang sedikit banyak untuk hari besok, dengan senang hati Aqila menerimanya.

Sebenarnya Aqila tak tega meninggalkan anak perempuannya dirumah sendiri ketika waktu sudah larut malam. Tetapi Aqila juga agak merasa lega karena akhir-akhir ini Arsen tak pernah berhenti untuk mengunjungi rumah milik Aileen. Namun, Aqila juga sedikit kecewa karena akhir-akhir ini dia tidak melihat batang hidung Aldo sama sekali. Padahal dirinya selalu mengharapkan jika ketiga remaja tersebut bisa kumpul bersama-sama.

Tentu Aqila tak bisa memaksakan Aldo untuk selalu berkunjung ke rumahnya. Tentu saja, dia tidak punya hak tersebut. Terlebih lagi saat ini Aldo sudah besar bukan lagi Aldo yang masih polos saat bertemu dengannya kali pertama. Aqila senang bisa menyekuliahkan Aldo di salah satu universitas ternama. Baginya Aldo adalah anak baik, dirinya sudah menganggap Aldo sebagai anaknya sendiri, maka dari itu Aldo sangatlah berhak untuk mendapatkan masa depan yang cerah.

Aqila terlebih dulu menuju kamarnya untuk mandi dan menukar pakaian kerjanya dengan piyama tidur sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar anak perempuannya. Memastikan bahwa Aileen sudah terlelap atau masih terjaga. Jika dirinya sampai dirumah, pasti Aileen selalu menunggunya di ruang tamu, sekedar berbaring diatas sofa atau memakan makanan yang terasa manis. Namun, kali ini berbeda karena dirinya tak menemukan Aileen diruang tamu.

Kini, Aqila sudah berada di depan muka pintu kamar Aileen. Sesaat Aqila menatap muka pintu kamar Aileen yang nampak bersih dan polos. Tanpa berpikir panjang lagi, Aqila segera mendorong knop pintu kamar Aileen dengan perlahan—membukanya lebar-lebar. Dirinya takut jika Aileen sudah terlelap dan ketika mendengar decitan pintu pasti Aileen akan terusik dan benar saja, Aileen sedang terlelap dalam tidurnya.

Di atas kasur queen size terdapat seorang cewek yang tengah berbaring terlentang dengan selimut tebal yang menutupi tubuhnya hingga sampai ke dadanya. Matanya terpejam erat. Dengkuran halus begitu terdengar di telinga Aqila, hal tersebut kontan membuatnya tersenyum lebar. Aqila menutup pintu kamar Aileen lagi sebelum kembali meneruskan langkahnya yang sempat tertunda.

Aqila duduk di tepi ranjang anaknya. Tangan kanannya terulur untuk membelai rambut pendek sebahu berwarna hitam kecoklatan milik Aileen yang tergerai indah. Aileen tampak tenang dirinya sama sekali tak terusik. Aqila tertawa kecil saat memandang wajah anaknya, dirinya berpikir bahwa saat ini anaknya tengah bermimpi indah. Karena wajah Aileen tampak tenang sekali.

"Anak mami yang sangat cantik, kamu pasti lelah ya?" Aqila bertanya lirih, walau dirinya tahu jika Aileen tak akan mendengar suaranya dan sangatlah mustahil jika Aileen akan menjawab pertanyaannya.

Tak lama kemudian Aqila mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang kamar milik anak perempuan satu-satunya. Kontan matanya langsung menyipit ketika melihat sesuatu yang berhasil menarik perhatiannya. Dengan wajah yang terlihat penasaran, Aqila langsung beringsut dari duduknya untuk berdiri dan berjalan menuju meja belajar anaknya—karena sesuatu yang membuatnya penasaran memang berada di situ.

Aqila seketika tersenyum lebar ketika menyadari bahwa sesuatu yang menarik perhatiannya adalah sebuah buku diary milik Aileen yang berwarna merah muda. Tidak seperti dugaannya bahwa buku tersebut terkunci, kenyataannya buku diary itu terlihat terbuka—memamerkan tulisan tangan Aileen yang begitu bagus. Aqila pikir anaknya setelah membuka buku diary-nya lupa tak menutup dan menguncinya lagi.

Awalnya Aqila tak ingin mengetahui isi diary milik anak perempuannya, namun rasa penasaran kian memuncak tatkala melihat banyak kata yang di susun sedemikian mungkin oleh anaknya. Berpikir sebentar, Aqila dengan sedikit ragu dirinya meraih buku tersebut. Dirinya terkekeh geli saat masih membaca lembaran awal dan lembaran lainnya, karena semuanya diperuntukkan untuk Arsen.

Sayangnya hal tersebut tak bertahan lama, karena setelahnya wajah Aqila memucat. Terlebih lagi tubuhnya kini menjadi panas dingin, menegang, dan bergetar hebat. Dia menggelengkan kepalanya pelan ketika membaca salah satu lembaran yang berada di tengah-tengah. Tulisan tersebut ditulis Aileen waktu tanggal sembilan, bulan Januari dan tahun dua puluh ribu empat belas. Dimana tulisan Aileen keseluruhannya membahas tentang Aldo.

Perlu diketahui bahwa Aqila sangat terkejut saat membaca tulisan Aileen tersebut. Dirinya benar-benar tidak menyangka jika Aldo mempunyai tanda lahir bentuk love, dimana anak laki-lakinya juga mempunyai tanda seperti itu. Cairan bening milik Aqila tumpah seketika, dirinya masih tidak menyangka bahwa anak laki-laki yang selama ini dirinya anggap anak sendiri kemungkinan besae adalah anaknya yang sedari dulu hilang.

Aileen kontan langsung terjaga ketika mendengar suara sesuatu yang jatuh. Aileen belum menyadari bahwa sesuatu yang baru saja jatuh ke lantai adalah buku diary miliknya sendiri. Aileen menguap, beringsut untuk duduk dengan mata yang masih terlihat menyipit karena menahan kantuk, Aileen menolehkan kepalanya ke kanan dengan gaya lamban, seketika dia terperanjat kaget ketika menyadari bahwa saat ini maminya tengah berada di kamarnya.

Dan yang lebih mengherankannya lagi adalah maminya kini sedang menangis dalam diam tanpa suara. Tubuhnya sekarang sudah luruh ke lantai marmer yang terasa dingin. Kontan hal tersebut langsung memicu rasa khawatir Aileen, detik berikutnya Aileen langsung beranjak dari duduknya untuk turun ke lantai dan berjalan menghampiri mami kesayangannya.

"Mami—" Aileen memanggil maminya dengan suara yang terdengar sangat khawatir. Aileen langsung berjongkok, tangan kanannya terulur untuk menghapus air mata Aqila yang membasahi pipinya. Detik berikutnya dia memeluk mami kesayangannya.

"Mami kenapa?" Aileen bertanya lirih, matanya kini sudah berkaca-kaca. Suara isakan tangis begitu terdengar jelas di kamar milik Aileen. Namun sayangnya Aileen tidak peduli karena saat ini kepeduliannya hanya terfokus pada maminya seorang. Dia tidak tahu penyebab Aqila menangis tetapi entah kenapa dia jadi ikutan sedih ketika melihat wanita paruh baya tersebut menangis.

Aileen cemberut. "Mami jangan nangis, kalau mami nangis nanti Aileen ikut nangis loh,"

"Ka— kakak kamu sudah ket— ketemu, Ai," Aqila berujar lirih dengan sedikit terbata-bata.

Aileen menghela nafas panjang setelah mendengar perkataan maminya barusan yang dia anggap sebagai halusinasi saja. Karena sesungguhnya dirinya tidaklah mempunyai adik apa lagi mempunyai kakak. Namun tidak bisa di pungkiri bahwa dirinya juga ingin mempunyai kakak, apa lagi kakak laki-laki yang umurnya tak jauh berbeda darinya.

"Mami sayang, Aileen kan nggak punya kakak," Aileen menyahut lirih seraya mengeratkan pelukannya pada Aqila.

Sementara Aqila? Dirinya masih menangis seraya terisak. Memang salahnya jika sedari dulu dirinya tak memberi tahu rahasia besar pada anaknya sendiri. Dirinya hanya tak ingin jika Aileen juga ikut terpukul seperti dirinya karena kehilangan seorang anak laki-laki yang sangat berarti didalam keluarganya.

Aqila menggeleng pelan. "Punya! Kamu sebenarnya punya kakak cowok, Ai,"

"Kakak kamu sedari dulu hilang. Maaf, mami dari dulu belum pernah menceritakan hal ini pada kamu sebelumnya," lanjutnya. Namun, isak tangisnya belum juga mereda.

Seketika Aileen ikut menangis, dia sudah tidak kuasa menahan air matanya yang sedari tadi ingin tumpah membasahi pipinya. "Mami berhutang cerita sama Aileen,"

Aqila mengusap-usap punggung Aileen dengan sayang. "Aldo... dia sebenarnya adalah kakak kamu, Ai,"

Dia Arsen (END)Where stories live. Discover now