•26•

850 53 8
                                    

"Lo nggak berniat nyiram gue, tapi Lo berniat nyiram Aileen, iyakan?" Arsen bertanya dengan nada rendah namun terdengar penuh penekanan seraya menatap Alna dengan tajam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lo nggak berniat nyiram gue, tapi Lo berniat nyiram Aileen, iyakan?" Arsen bertanya dengan nada rendah namun terdengar penuh penekanan seraya menatap Alna dengan tajam. Tanpa menunggu jawaban Alna, Arsen terlebih dulu memutar tubuh jangkungnya kebelakang, dirinya langsung memegang bahu Aileen. Dirinya bahkan mengabaikan badannya yang terasa dingin akibat air es.

Sementara Aileen? Dirinya masih diam mematung ketika menyaksikan apa yang barusan dilihat. Arsen melindunginya? Sungguh sangat sulit untuk dipercaya.

"Lo nggak apa-apa kan, Ai?" Arsen bertanya dengan raut wajah yang sangat terlihat khawatir.

Alna memegang dadanya yang terasa berdenyut sakit. Dirinya tertawa miris sebelum mulai berkata. "Lo berdua bahkan nggak mikirin perasaan gue sama sekali," lirihnya.

o0o

Hari sudah larut malam, namun Alna masih belum berniat untuk pulang ke rumahnya. Toh, dia pulang juga tidak akan ada yang peduli. Setelah peristiwa perceraian berakhir, dirinya tinggal bersama mamahnya. Bahkan mamahnya tidak pernah memperhatikannya apa lagi memberi dia kasih sayang yang selama ini dia impikan. Mamahnya lebih mementingkan pekerjaannya dari pada anaknya sendiri.

Terlebih lagi papahnya juga hampir sama dengan mamahnya yaitu gila kerja. Selama ini dirinya belum bertemu lagi dengan papahnya. Kemungkinan besar adalah papahnya sudah mempunyai istri baru. Ah, Alna tidak peduli sama sekali. Kelihatannya Alna kuat di luar—namun jika di dalam dirinya sangatlah rapuh. Setiap malam hari dirinya menghabiskan waktunya dikamar untuk menangis sampai dirinya merasa mengantuk.

Dan dirinya sekarang pun tak mempercayai apa kata sahabat. Saat dirinya sedang dalam bahaya pun sahabatnya malah menghindarinya. Alna tertawa miris—menertawai dirinya sendiri. Alna selalu merasa bahwa dirinya lahir namun tidak pernah diinginkan oleh kedua orang tuanya. Saat dirinya masih kecil, dirinya selalu diasuh oleh pembantu wanita yang kini sudah berkepala empat.

Mamahnya yang berwajah cantik mungkin akan kalah dihati Alna jika dibandingkan dengan pembantu rumah tangga. Bahkan Alna kecil sangatlah takut jika mendengar pertengkaran adu mulut yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Namun, tidak ketika dirinya sudah beranjak dewasa. Alna sekarang berjanji untuk tidak mengandalkan orang lain.

Karena sesungguhnya orang yang bisa menjaganya adalah dirinya sendiri. Saat ini sudah tidak ada yang mempedulikannya—jadi buat apa dia hidup? Percuma saja jika dirinya hidup namun tidak pernah bahagia. Dan disinilah dirinya saat ini, di tepi jalan raya yang gelap, namun tidak terlalu gelap karena masih ada penerangan dengan cahaya yang terlihat remang. Dirinya saat ini hanya menginginkan satu hal, yaitu bunuh diri.

Aldo menyusuri tepi jalan raya, dia keluar dari rumah berniat untuk sekedar jalan-jalan saja. Pasalnya dia sangat bosan berada dikamar seraya berkutat dengan buku-buku yang nampak membosankan. Angin tertiup pelan menerpa wajah tampan Aldo, serta rambutnya pun berterbangan dibuatnya. Seketika Aldo memicingkan matanya ketika melihat seorang cewek sedang berdiri di tengah jalan seraya merentangkan kedua tangannya.

Dia Arsen (END)Where stories live. Discover now