Strange

4 3 0
                                    

Pukul dua malam. Layar komputer yang masih menyala. Suara pertemuan antara ujung jari dan keyboard masih menemani.

Perempuan itu menghela napasnya. Sudah lebih dari enam jam dia berkutat dengan laporannya. Malam ini dia begadang lagi. Padahal ingin beristirahat. Namun kalau tetap bersikeras untuk meninggalkan pekerjaan, bisa-bisa dipecat oleh atasan menyebalkan yang tengah tertidur pulas di ranjangnya yang mahal.

Sudah dua tahun lamanya Vivi menyandang status sebagai single parent. Harus ekstra untuk bekerja mencari uang demi kebutuhan hidup dan anak semata wayangnya. Walaupun merasa bahwa hidup tak adil, tetapi Vivi tahu bahwa hidup harus terus dilalui. Merasa kesal dan marah bahkan memaki dunia tak akan ada habisnya, serta tentu saja tak akan bisa mengubah hidup menjadi lebih baik.

Sudah takdir, begitulah yang Vivi pahami atas apa yang terjadi padanya. Perceraian yang dia hadapi karena sang suami yang berselingkuh, lantas harus merangkul anaknya yang masih berusia tiga belas tahun dan masih harus diberi banyak sekali perhatian dari kedua orang tuanya.

Memilih untuk beranjak dari tempatnya guna melihat sang putri yang berada di kamarnya, Vivi kembali menghela napas. Ini berat. Matanya mengantuk. Ingin rasanya cepat pergi ke kamar dan tidur sembari bergumul mesra dengan guling.

Saat dia sampai di depan pintu sang anak, Vivi mendengar suara samar dari dalam sana. Anak itu belum tidur, gerutunya. Memutar kenop pintu sembari mendorong pintu itu, perempuan itu seketika mendengus. Benar, gadis itu belum tidur. Dia masih di atas ranjang sembari memainkan ponselnya.

Perempuan itu mendekat, pun duduk di tepi ranjang. "Kenapa belum tidur?" tanyanya.

Kedua manik mata yang tadi fokus pada layar ponsel kini beralih padanya. "Tidak bisa tidur," jawab gadis itu.

Seketika kening Vivi berkerut. "Kenapa tidak bisa tidur?"

"Sejak tadi ada sesuatu yang berbisik padaku dan mengatakan bahwa dia ingin menguasai diriku," jawabnya.

Vivi langsung mendengus dan menengadahkan tangannya. "Kau kebanyakan nonton sosial media," katanya, "Kali ini film apa lagi yang kau tonton?"

Gadis itu hanya diam, tatapannya lurus pada sang ibu yang masih menantinya untuk memberikan ponsel itu padanya. "Sudah Ibu katakan padamu berulang kali kalau mau tidur jangan main hp," omel Vivi lagi.

Untuk kesekian kalinya, gadis itu terdiam. Tak ada jawaban atau ekspresi yang dia tunjukan. "Mana hp-nya?" pinta Vivi setengah membentak.

Pada akhirnya, gadis itu benar-benar menyerahkan ponselnya. Vivi di tempatnya mendadak tertegun. Kedua matanya terbelalak dengan jantung yang berdetak tak karuan.

Sial. Anaknya tidak pernah sepenurut ini.

Fin

The Whalien ClubWhere stories live. Discover now