I See Red

23 5 0
                                    

*play music on mulmed

Aku tak begitu paham apa yang kurang dari diriku sebagai istri, padahal aku sudah berkorban banyak hal tentang hidupku sendiri. Aku nyaris sering mempertanyakan hubungan semacam apa yang tengah kita jalani, sekalipun ada cincin yang melingkar pada jari tengah tangan kanan kita. Di hadapan banyak orang, bahkan Tuhan sekalipun.

Aku tak menuntut banyak, aku bahkan selalu mengikhlaskan segala hal yang kau lakukan padaku dengan dalih bahwa kau mencintaiku dan semua yang kau lakukan adalah untuk kebaikanku. Aku berhenti bekerja untuk mengurus rumah tangga ini, aku diam di rumah dan memutus semua kontak dengan teman-temanku sembari menunggumu pulang hingga aku terantuk pada lengan sofa karena mengantuk setiap malam.

Aku seperti budak, bukannya seorang istri.

Dan kemarin, semuanya terasa begitu menyesakkan bahkan lebih dari apa yang pernah aku rasakan. Kedua mataku masih merekam dengan jelas bagaimana senyum lebar itu seketika meluntur tatkala melihatku, pun tangan yang tadi saling menggengam terlepas begitu saja. Air mataku terjatuh, dengan kepala yang terus mencoba berharap bahwa apa yang aku lihat hanyalah kebohongan.

Lalu, kau pulang dalam keadaan kacau. Tubuhmu yang sudah sejak lama tercium bau parfum orang lain kini memelukku begitu erat seolah kau akan membunuhku karena kehabisan napas. Memejamkan mata, aku hanya berusaha sekuat tenaga untuk tak memperlihatkan bahwa aku tak baik-baik saja. Lantas, kau lepaskan pelukan itu dan tersenyum sembari mengusap air mataku yang berjatuhan.

"Dia tak berarti apa-apa untukku, karena aku mencintaimu, Sayang. Tolong percaya padaku," katamu dengan suara yang terdengar begitu lembut, pun sangat meyakinkan.

Aku balas tersenyum, sekalipun setiap inci bibir yang aku perlihatkan malah menghasilkan perih yang tak terhingga. Tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja. Kataku pada diri sendiri. Lalu, malam itu kita akhirnya bercinta seolah tak ada masalah yang terjadi di antara kita. Seolah tak ada luka yang baru saja kau torehkan pada hatiku yang nyaris membusuk.

Paginya, aku lantas menyuguhkan segelas teh kesukaanmu. Teh hijau dengan beberapa bunga chamomile kering untuk menambah kesan harum pada minuman itu, ah, jangan lupakan dengan rasa yang sedikit pahit karena kau tak suka teh dengan rasa yang terlalu manis. Bibirmu melengkung indah dengan tubuh telanjang berbalut selimut dengan sinar matahari yang menelusup masuk lewat celah gorden yang tertutup.

Satu tegukan berhasil masuk, lalu dua tegukan, tiga tegukan, hingga akhirnya teh itu habis. Beberapa menit aku terdiam sembari menatapmu, jangan lupakan dengan senyum yang tak kunjung meluntur dari wajahku. Lantas, tubuhmu mengejang. Matamu terbelalak, dengan wajah yang merah padam seolah kau kehilangan pasokan oksigen di dalam paru-parumu.

Ah, Sayang. Maaf. Aku lupa mengatakan bahwa teh yang kau minum tadi kucampur dengan bisa ular yang kau pelihara dengan penuh cinta.

Bibirmu lantas membiru, dengan manik yang memerah seolah ada gumpalan darah di sana. Tanganmu mencoba meraihku, tapi aku hanya bergeming sebab aku memang menantikan kematianmu. Ya, hari ini adalah waktu yang cukup indah untuk merayakan kepergianmu.

"T-tolong...."

"Apa?" Aku akhirnya tertawa begitu keras, sebelum akhirnya mendekat padamu yang terlihat semakin melemah di atas ranjang itu. "Aku tak mendengarmu," lanjutku dengan senyum miring yang hadir menghiasi wajah.

"I'm gonna say that I love you before you close your eyes, Baby. And... sleep well," kataku lagi sembari membelai pipinya yang terasa dingin, "I wish you go to heaven and help me to telling God that I hate him."

Dor!

Setelahnya, dia benar-benar menutup matanya dengan darah yang membanjiri ranjang serta lantai dan juga dinding. Aku melihat merah di mana-mana, dengan bau amis yang semerbak menginvasi seluruh ruangan. Ah, akan butuh waktu yang cukup lama untuk membersihkan semua ini. Gerutuku kesal. Lantas setelahnya, aku menyeret tubuh itu untuk kutenggelamkan di dalam danau yang selalu menjadi tempat favorit untukmu menikmati keindahan senja.

"Sekarang, kau bisa menikmati senja setiap sore, Sayang. Bukan hanya senja, tapi juga fajar. Merasakan dinginnya hujan, atau mungkin panas yang membakar kulit."

Fyuh, hari lain yang cukup panjang akan segera aku lalui. []

The Whalien ClubWhere stories live. Discover now