Kecantikan Abadi (2)

20 5 0
                                    

Dan di sanalah mereka berada sekarang, begitu tenang bersama suara gemericik air yang datang dari arah kamar mandi. Tadi, setelah menawarkan untuk berkunjung ke rumah Arum, mereka langsung melesat pergi meninggalkan pesta yang diyakini akan sedikit mendatangkan masalah sebab pemeran utamanya malah tengah terduduk di tepian ranjang sembari memperhatikan kamar itu dan menikmati segelas wine merah dengan handuk baju membalut tubuhnya. Ruangan itu tentu saja berbeda dengan kamar Gean yang sudah di tata sesuai keinginan orang tuanya.

Rumah ini persis seperti rumah kaca, sebab banyak sekali tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sana. Bahkan, di ruang tempat tidur saja terdapat taman bunga mawar yang tengah bermekaran dengan cantiknya. Pun tumbuhan merambat, yang menutupi sebagian dari kaca pembatas pada ruang tempat tidur dan kamar mandi. Dari tempatnya duduk, Gean bisa melihat kaki jenjang itu tengah bergerak di bawah shower. Kembali berhasil melesatkan satu tegukan wine, Gean kemudian mengulas senyum miring.

Kalau kau kaya dan tampan, apapun bisa kau dapatkan. Tentu saja.

Setelah tiga puluh menit menikmati tubuh di balik kaca dengan tumbuhan merambat itu, Gean kini dipaksa terbelalak ketika melihat sosok wanita yang berjalan dengan baju handuk membalut tubuhnya. Pun, rambut panjang yang nampak basah. Benar, Arum adalah dewi kecantikan. Persis seperti aprodite, bahkan ratu kecantikan yang pernah ada kalah dengan dirinya. Wajah berseri, bulu mata panjang nun lentik, bibir merah muda yang nampak basah, pun kaki jenjang yang melangkah pelan mendekati Gean.

"Apa kau menunggu lama?" Tanya Arum, sementara Gean langsung terperanjat kaget saat mendengar pertanyaan itu dan tersenyum seperti seorang idiot. "Aku memang selalu mandi lama, soalnya harus benar-benar bersih. Aku tidak nyaman kalau mandiku tidak bersih," lanjutnya, lantas melangkah menuju meja rias yang ada di sudut ruangan.

Dari pantulan kaca, Arum bisa melihat bagaimana pria itu memperhatikannya. Begitu lekat, dengan tatapan yang seolah siap menerjang kapan saja. Tapi sayangnya, Gean bertemu denga orang yang kurang tepat. Arum bukanlah wanita yang begitu mudah untuk didapatkan, bukan tipe yang mudah untuk ditaklukkan, bahkan bukan juga orang yang mudah untuk digiring ke kasur untuk mengangkang dan di suruh mendesah. Lantas mengambil sisir dan menyisir rambutnya perlahan, Arum kembali bersuara.

"Tak ingin berkeliling kamarku?" Tanyanya lagi, dan Gean kembali terperanjat kaget. "Mungkin kau bisa menemukan sesuatu yang menarik, atau mungkin barangkali kau ingin mengenalku lebih banyak dari sebelumnya."

Tidak, Gean tidak menginginkan itu. Kedua matanya jelas menggambarkan semuanya, seolah sudah berkata lewat mimik wajahnya.

Namun demi menjaga eksistensinya guna tetap berada di sana dan bukannya menjadi pria menyedihkan yang di usir pada menit-menit terakhir sebelum mendesah bersama, maka berdirilah pria itu guna melangkah mencari sesuatu yang barangkali bisa menjadi awal dari kedekatan mereka. Dengan sendal rumahan itu, kakinya menapaki marmer putih dengan perlahan dan berhenti pada lemari yang menampilkan sederet figura.

Pada figura pertama yang dia pegang, Gean melihat sesosok anak perempuan yang berusia sekitar sepuluh tahun. Rupanya begitu menyedihkan bahkan Gean tidak bisa membedakan antara manusia dan anan kera, namun tidak begitu tahu bagaimana warna kulitnya sebab figura itu adalah figura lama. Mungkin di ambil sekitar puluhan tahun yang lalu, saat orang-orang belum mengenal yang namanya tinta.

"Siapa dia?" Sembari memperlihatkan figura itu, lalu kembali menatapnya guna memberikan spekulasi dalam sudut pandang Gean sendiri. "Saudaramu?" Tanyanya lagi.

Arum sudah menyelesaikan acara menyisir rambutnya, kemudian beranjak dan mendekat pada pria itu dengan kedua tangan terlipat di depan dada. "Bagaimana rupa gadis itu menurutmu?"

Gean mengalihkan atensinya pada figura itu, lalu terkekeh. "Tak usah bertanya, bahkan anak bayi saja tahu bagaimana rupa gadis itu," lantas dikembalikannya figura itu dan mengambil figura lainnya. "Apakah ini kau?" Tanyanya sembari memperlihatkan figura yang menampilkan sosok Arum dengan pakaian di abad dua puluhan.

The Whalien ClubOù les histoires vivent. Découvrez maintenant