Lullaby

53 7 0
                                    

Tidurlah, Sayang. Aku akan selalu di sini, bersama denganmu. Tak akan pergi.

Tepat hari ini adalah hari ke tujuh di mana dia mengurung diri di dalam kamar karena tak bisa pergi, karena kekasihnya ada di sana. Senandung lagu yang dia nyanyikan, terdengar begitu menyedihkan. Melantun perlahan, memenuhi ruangan bersamaan dengan tangisan pilu yang pria itu lakukan guna melampiaskan segala perasaan yang tengah merangkum dirinya.

Tidurlah, Sayang. Aku akan selalu di sini, bersama denganmu. Tak akan pergi.

Tidak, bukan itu yang dia inginkan. Kepalanya terus menggeleng, mencoba mengatakan bahwa dia tak nyaman dengan elusan yang kekasihnya berikan ini. Berbaring di atas paha sang kekasih, dengan keadaan yang begitu kacau. Rambut panjangnya menjuntai hingga mengenai permukaan wajahnya, pun mata dengan manik semerah darah yang menatapnya sendu.

Lelaki itu hanya tak tahu caranya lari, lelaki itu hanya tak tahu caranya terbesar dari tempat itu, dan dia hanya terlalu takut untuk melangkah pergi. Sudah dua minggu lebih, tapi kekasihnya masih ada di sana. Menyanyikan sebuah lagu tidur yang sering dia dengar dulu, sewaktu semuanya baik-baik saja. Terkadang, memori manis suka sekali mampir bersama kelam yang menyesakkan.

"Karena kau susah sekali tidur, maka aku akan menyanyikan lagu tidur untukmu bahkan ketika aku sudah mati. Kau suka, 'kan?"

Kalimat yang pernah kekasihnya katakan waktu itu seketika kembali berputar di dalam kepala, lelaki itu lagi-lagi menangis tersedu-sedu. Bibirnya yang pucat, serta kering nampak bergetar dengan tangan yang terkepal di atas perutnya. Dia bahkan tak pernah membayangkan bahwa semua ini akan terjadi padanya, semua hal yang nyaris membuatnya menjadi gila seperti sekarang.

Tidurlah, Sayang. Aku akan selalu di sini, bersama denganmu. Tak akan pergi.

"Kenapa kau tak pergi ke alammu dan malah menggangguku di sini?" Tanya nya memberanikan diri manakala sang kekasih menyelesaikan nyanyiannya, lagi.

Bibir pucat, dengan kulit wajah yang terkelupas itu menatapnya dalam diam. "Aku mencintaimu, bukankah kau tahu hal itu?" Ujarnya.

Lelaki itu kembali menangis, tubuhnya benar-benar tak bisa digerakkan sekarang. "Tapi, kau sudah mati. Kenapa kau terus mengangguku?" Tanyanya lagi, kembali mengulang pertanyaan yang sama dengan yang dia tanyakan tadi.

"Karena aku mencintaimu, aku juga sudah berjanji ingin menyanyikan lagu penghantar tidur untukmu," jawabnya, lantas tertawa keras sekali dan terdengar begitu nyaring. "Maka, dengarkanlah lagu ini, Sayang."

Pada akhirnya, dia tahu bahwa apa yang dia lakukan berubah menjadi sebuah malapetaka untuknya. Lagu dengan suara rendah yang berhasil membuat bulu kuduknya berdiri, kini kembali terdengar. Lelaki itu, hanya bisa berharap bahwa dia tak gila dalam hari-hari yang tak dia ketahui kapan akan berakhir itu.

Tidurlah, Sayang. Aku akan selalu di sini, bersama denganmu. Tak akan pergi.

Lagu selamat tidur yang harusnya terdengar menenangkan, malah berubah menjadi begitu mengerikan.

Fin

The Whalien ClubWhere stories live. Discover now