Died For Sex

86 8 4
                                    

~•~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~•~

Barangkali, tak ada hal menyenangkan di dunia ini selain bercinta. Entah dengan siapapun, asal bisa bercinta--mendapatkan kepuasan setelahnya. Ada begitu banyak cara orang-orang mendapatkan kepuasan itu, yang menjadikannya berbeda, namun tetap sama tujuannya. Ya, benar. Bercinta. Dunia benar-benar gila, sebab dengan hanya bercinta saja, manusia bisa merasakan yang namanya sebuah surga. Begitupun dengan dua anak manusia yang kini tengah bergumul tanpa sehelai benang di tubuh, dengan erangan dan juga desahan serta merta menemani mereka berdua.

Anjing yang tadi meminta makan, kini berbaring di sudut ruangan dengan mata berair seolah memelas agar sang tuan berkenan memberikan semangkuk makanan kalengan untuknya. Sebab, dia sudah tidak makan sejak dua hari yang lalu dikarenakan sang tuan yang tak kunjung pulang. Sewaktu pulang, bukannya mendapatkan sambutan hangat berupa pelukan, si anjing malah menemukan sang tuan tengah berpelukan mesra sembari memagut bibir seorang pemuda. Gonggongan yang tadi dia suarakan, bahkan tak didengarkan.

Pakaian-pakaian tergeletak di atas lantai, seperti seonggok sampah yang dibuang begitu saja di jalanan lalu membuat banjir perkotaan. Anehnya, hal itu biasa bagi mereka yang memang tak sanggup menahan gejolak membara dalam tubuh untuk segera dituntaskan. Sementara si empu pakaian, masih asyik dengan kegiatan mereka. Hingga detik berlalu, pada akhirnya suara desahan panjang terdengar. Si anjing yang lemas, langsung berdiri dan kembali menggonggong.

"Kenapa dia terus mengonggong?" Kata si pemuda dengan mata seperti bulan sabit itu.

Si gadis lantas tersenyum, kemudian membelai pipi mulus pemuda yang baru saja dia temui di salah satu bar terkenal di kota. Matanya menelisik perpotongan wajah yang begitu sempurna milik si pemuda, seolah Tuhan bersikap tidak adil dengan menganugerahkan wajah itu padanya. Tak ada jawaban, sebab si gadis langsung meraih labium yang tadi sempat menggeram nikmat bersamaan pinggul yang bergoyang menumbuk pusat tubuhnya yang basah.

"Karena dia lapar," lantas pada akhirnya si gadis memberikan jawaban setelah pagutan mereka selesai.

"Beri makan sana, kasihan. Sepertinya dia benar-benar kelaparan karena sejak kita masuk dia terus mengonggong,"

Si gadis hanya tersenyum, kemudian memberikan kecupan pada pipi sebelah kiri pemuda itu sebelum menjawab. "Aku sebenarnya tidak mau memberikannya makan, tapi karena kau memaksa. Tidak apa-apa, deh. Nanti bisa cari lagi,"

"Apa?"

Alis pemuda itu langsung menukik, pikiran-pikiran aneh mulai berdatangan di kepalanya. Lantas, seolah dihantam sebuah batu yang begitu besar, si lelaki membulatkan matanya ketika gadis itu menjawab pertanyaannya yang membuat dirinya berharap waktu kembali berputar ke saat di mana dia tak bertemu dengan gadis ini. "Karena anjingku itu, dia biasanya hanya makan daging manusia. Karena sejak kecil, aku selalu menghidangkan daging manusia untuknya."

Dan setelah itu, si anjing mendapatkan makanannya sementara gadis itu tengah sibuk membersihkan lantai yang bersimbah darah. Dua hari dia tidak pulang ke rumah, karena dia memang tidak menemukan mangsa untuknya dan si anjing. Namun tadi, dia menemukan seorang pemuda bodoh dengan otak yang tidak digunakan dengan baik sebab hanya memikirkan selangkangan. Jadi, malam ini mereka pesta daging. Sementara tulang belulang pemuda tadi, kini di masukkan ke dalam sebuah kantong besar yang disembunyikan di dalam lemari bersama tulang-tulang manusia lainnya, sebelum berakhir dibakar dan abunya di buang ke laut. []

The Whalien ClubWhere stories live. Discover now