Taman Bunga

1 2 0
                                    

Namanya Floria, sering dipanggil Flo. Saat orang-orang bertanya kenapa namanya mirip seperti sebutan bunga, perempuan itu tidak pernah bisa menjawab karena dia sendiri tidak tahu kenapa namanya Floria.

"Mungkin karna ibuku suka bunga," jawabnya pada salah satu kolega dengan senyum manis dan matanya yang menyipit.

Floria memang tumbuh di pedesaan pinggiran kota, rumahnya sederhana dengan halaman luas yang dipenuhi tumbuhan serta bunga-bunga cantik yang selalu mekar sepanjang tahun.

Katanya, dia sudah tumbuh besar bersama dengan tumbuhan dan bunga-bunga. Dua hal itu sudah menjadi teman baiknya. Dia selalu menghabiskan waktu dengan menanam bunga.

Suatu ketika, salah satu temannya ingin berkunjung. Katanya, dia ingin belajar menanam bunga dengan Floria. Dia suka bunga, tetapi selalu mati saat dia menanam bunga-bunga itu. Lantas Floria dengan wajahnya yang cantik dan mata berbinar itu mengangguk, pun mereka melaju menuju rumahnya yang berada di pinggir kota.

Sesampainya di sana, Agni, sosok itu benar-benar terpesona. Rumah minimalis dengan kaca besar yang langsung menghadap pada taman itu berhasil membuatnya terpana. Tempat itu adalah rumah impian yang selama ini dia harapkan.

"Pantas saja kau mengatakan jarang keluar rumah, aku juga akan jarang keluar rumah kalau jadi kau."

Floria tersenyum, dia lantas menuju pantry yang berada tak jauh dari mereka. "Mau teh atau kopi?"

Agni terdiam sejenak guna berpikir, pun kemudian menjawab. "Sepertinya teh enak untuk dinikmati di sore hari ini," lantas menunjuk ke arah kursi yang berada di tengah-tengah taman bunga itu. "Apa kita bisa mengobrol di sana?"

"Tentu saja, Agni. Aku bahkan bisa mengajarimu cara menanam bunga yang baik," jawabnya.

Agni yang senang langsung melompat kegirangan. Wajahnya sumringah. Kedua matanya terus menelisik memperhatikan taman dan isi rumah yang juga dipenuhi dengan tumbuhan serta bunga-bunga ini.

Singkat cerita, kedua perempuan itu kini sudah duduk di bangku di tengah taman. Dua cangkir teh di atas meja ditemani biskuit coklat. Agni menyeruput teh itu dan tersenyum.

"Tehnya enak sekali, Flo!"

Floria tersenyum lagi, dia kemudian menganggukkan kepala pelan. "Tentu saja, bahan dasar teh itu adalah bunga Mawar. Aku selalu memetiknya untuk dikeringkan kemudian dijadikan teh,"

Agni mengangguk, dia kemudian menenggak habis teh tadi. "Ayo, aku sudah siap menanam bunga!"

Floria menggeleng, dia kembali berkata. "Tidak, Agni. Teh di dalam teko masih belum habis, Ibu selalu mengatakan padaku untuk menikmati teh terlebih dahulu sebelum berkebun."

Mengangguk-angguk mendengar penjelasan dari Floria, perempuan itu kemudian membalas. "Tentu saja," lantas teringat sesuatu, "Omong-omong, di mana ibumu?"

Lagi-lagi Floria tersenyum, dia menuang kembali teh ke dalam cangkir milik Agni dan menyerahkannya sembari berkata. "Dia sedang tidur, sekarang jam tidur ibuku."

Agnia kembali mengangguk dan meminum teh itu sampai habis.

Hingga beberapa menit setelahnya, teh di dalam teko sudah habis. Agni masih tersenyum lebar. Perempuan itu menatap penuh harap pada Floria yang mendadak memperlihatkan wajah memerah--seolah-olah dia tengah menahan amarah.

"Bagaimana bisa?" tanyanya dengan gigi bergemelatuk, "Bagaimana bisa kau masih terjaga setelah meminum satu teko teh itu, huh?"

"Ternyata rumor itu benar," Agni berkata, dia lantas berdiri. "Tiga bulan aku menahan diri agar tidak memukul wajahmu ini, Floria. Benar-benar memuakkan!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 09 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Whalien ClubWhere stories live. Discover now