💛 1

60.5K 3.4K 19
                                    

.
.
.
.
Happy Reading 💛

Air hujan menetes perlahan menimbulkan suara gemercik indah yang nyaman untuk didengar.

Angin berhembus pelan mengoyangkan pepohonan yang rindang. Cuaca hari ini sangat nyaman untuk kembali ke tempat tidur. Berbeda dengan bocah kecil yang berusaha menahan dagangannya agar tidak terkena tetesan hujan sedikitpun. Tangan kecilnya terus menahan plastik yang akan terbang karena angin.

Kaylan Saputra, bocah laki-laki polos berumur 12 tahun. Tubuh putih kecil kurus, bahkan tingginya saja hanya 138 cm. Namun, kesan imut melekat padanya. Setiap harinya ia harus bangun pagi-pagi untuk berjualan. Sebenarnya bos pemilik makanan yang ia jual sudah melarang Kaylan untuk berjualan karena kasihan padanya. Tetapi ia terus memohon agar ia bisa terus berjualan karena kalau tidak, ibunya pasti akan mengurungnya di gudang.

Orangtua Kaylan selalu menyuruhnya untuk jualan setiap harinya. Pernah ia tidak jualan sehari karena tidak enak badan, mereka langsung menyiksa habis-habisan Kaylan di gudang.

"Hujan nak.. kesini aja dulu sambil nunggu hujannya reda." Tiba-tiba ada ibu-ibu berseru sambil menatap kaylan iba.

Kaylan menatap ibu itu sayu, sebenarnya ia masih sangat mengantuk, ditambah badannya terasa tidak enak. Kaylan mengangguk ia akan berhenti di toko itu sebentar.

"Jualan apa hari ini nak?" Tanya ibu itu mendekati Kaylan.

"Gorengan bu" jawabnya pelan.

"Ibu beli ya." katanya lagi mendekati Kaylan, ibu itu sering melihat Kaylan jualan setiap pagi. Kadang ia heran kenapa orang tuanya menyuruh anak sekecil itu mencari uang.

Kaylan mengangguk lemah sambil tersenyum. Ibu pemilik toko ini selalu baik padanya.

Setelah berdiam cukup lama di toko, Kaylan segera beranjak karena hujan sudah berhenti, hanya mendung yang tersisa. Ia pamit ke ibu pemilik toko yang selalu membeli gorengan miliknya.

Udara dingin menusuk tubuh kecilnya. Karena ia hanya memakai kaos pendek dan celana panjang, itu saja seperti tidak layak dipakai?

Gorengan...Gorengan!!

Kaylan berusaha teriak sekuat tenaga agar orang-orang tahu bahwa ia sedang berjualan.

"Huh...boleh gak ya Kay makan satu gorengannya?" Ia bertanya lirih menatap gorengan tersebut sambil memegang perutnya kuat. Setiap ia berjualan pagi, orang tuanya melarang kaylan makan sebelum ia mendapatkan uang jualannya.

Sedari kecil dirinya tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari sosok keluarganya. Ia tidak tahu bagaimana rasanya menjadi orang yang dikhawatirkan oleh figur keluarga. Kaylan ingin merasakannya.

Bohong jika ia tidak iri dengan anak seumurannya yang diantar jemput oleh ayah atau ibunya ke sekolah. Ia ingin merasakannya.

Apakah kasih sayang berbentuk siksaan yang selalu ayah dan ibunya lakukan setiap hari? Tetapi kenapa ia selalu merasa sakit?

Kaylan duduk di bawah pohon menatap langit yang masih mendung. Ia menghela nafas berat. Gorengannya masih banyak, baru beberapa yang terjual.

Kaylan memejamkan matanya sejenak, perutnya semakin sakit karena maagnya kambuh.

"Kay lelah tuhan..." lirihnya pelan.

Perutnya semakin sakit. Ia meringkuk di bawah pohon besar. Tidak ada orang yang melihatnya karena memang cuaca sedang buruk.

Tak lama kemudian Kaylan pingsan tidak sadarkan diri.

***

Suara EKG alat detak jantung terus berbunyi di ruangan serba putih, terlihat bocah laki-laki yang terbaring lemah dengan peralatan rumah sakit yang memenuhi tubuhnya.

Remove Wounds Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang