💛 22

19.7K 2.6K 115
                                    

.
.
.
.

Semoga Menghibur 💛💛

Kaylan diam menatap sedih daddynya yang dipukul opannya dibalik sela jari abangnya. Kejadian seperti ini selalu mengingatkannya pada kehidupannya dulu.

"Jangan melihatnya kay," ucap arvin yang sedari tadi menutup mata kaylan dengan tangan besarnya.

Kaylan memegang erat ujung baju arvin abangnya, ia sangat takut melihat kejadian baruasan. Tetapi ia juga penasaran dengan keadaan daddynya. Kenapa banyak sekali darah ditubuhnya?

"Pergilah," ucap caesar lagi sambil mendekati kaylan.

"Kay," lirih alexander menatap kaylan yang juga menatapnya. Kaylan menangis?
Alexander mencengkram tangannya kuat. Mengapa ia tidak suka air mata itu terjatuh? Bukankah dulu dirinya tidak pernah peduli? Justru, dirinyalah yang selalu membuat air mata itu terjatuh.

Alexander berusaha bangun, seluruh badannya semakim sakit. Terutama pada luka tembakan semalam.

"Boleh aku menyapanya?" Tanya pelan Alexander sambil memegang perutnya.

Caesar yang mendengar pertanyaan itu langsung berbalik, ia menatap dingin anaknya.

"Kau tidak tau malu sekali," ucap caesar berdecih. Lalu mengkode para pengawal untuk segera membawa anaknya itu keluar. Biarkan seperti ini dulu, caesar ingin melihat seberapa jauh perjuangan anaknya ini untuk bisa bertemu dengan kaylan.

"Ku-kumohon, a-aku hanya ingin menyapanya," ucap Alexander lagi. Jika ia pulang mungkin pikirannya tidak bisa dikendalikan lagi. Hatinya terasa sakit jika ia kembali.

Caesar menatap anaknya, penampilan yang sangat kacau sekali. Ini àdalah ke dua kalinya caesar melihat anaknya kacau.

Caesar menatap kaylan yang sudah meneteskan air matanya. Ia menghela nafas berat.

"Kau ingin bertemu daddymu?" Tanya caesar sambil mengusap pipi kaylan yang basah.

Arvin menatap kaylan lalu menatap daddynýa. Apa yang telah terjadi? Kenapa daddynya sangat kacau sekali.

Kaylan diam, ia bingung harus berbuat apa. Hatinya sakit jika mengingat kejadian yang dulu ia alami. Kaylan menggigit bibirnya.

"Hiks..hiks.." isak kaylan menatap sedih daddynya yang tidak jauh darinya. Lalu menganggukkan kepalanya.

Arvin yang melihat itu kaget. Ia takut terjadi apa-apa pada adiknya ini.

Caesar menghela nafas. Ternyata cucunya ini sangat polos sekali. Apakah penderitaan yang anaknya berikan itu tidak membuatnya takut? Bukankah anak kecil selalu begitu?

Alexander menatap kaylan. Lalu mendekat perlahan. Hatinya benar-benar sakit.

"Kay," lirih Alexander menatap sendu anaknya, lalu mensejajarkan tingginya dengan kaylan.

Kaylan mendekat, lalu tangan kecilnya mengusap air mata daddynya perlahan. Ini adalah pertama kalinya kaylan melihat air mata itu.

"Ma-maaf," ucap Alexander lalu menundukkan wajahnya.

Kaylan yang mendengar itu terdiam. Maaf? Daddynya meminta maaf? Air mata kaylan terjatuh, kenapa kata itu justru membuat hatinya sakit.

Arvin yang melihat itu hendak mendekati kaylan, ia tidak tega melihat adiknya seperti itu. Akan tetapi opanya menahanya.

"Kay, ma-maafkan daddy..." ucap lagi Alexander menatap kaylan. Ia ingin memeluk anaknya saat ini, tetapi ia menahanya.

"Ke-kenapa daddy membenci kay? Apakah karena kay yang membunuh mommy? Hiks..." ucap kaylan terbata kemudian menundukkan wajahnnya. Itulah pertanyaan yang ingin ia tanyakan. Kaylan ingin tahu kenapa orang tua yang ia miliki selalu membencinya? Sama seperti dulu___

Remove Wounds Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang