💛 23

17.4K 2.6K 70
                                    

.
.
.
.
Happy Reading 💛

Kesedihan dan rasa sakit adalah perasaan wajar yang perlu kita terima. Banyak orang yang berduka dan merasa sakit ingin menolak atau menghilangkan perasaan tersebut. Tapi, mencoba menolak perasaan itu justru membuat mereka semakin sulit menghilangkannya.

Cara dari menghilangan rasa itu adalah dengan mengikhlaskan dari rasa itu sendiri, kemudian menerima dengan lapang dada.

Suasana mansion Alexander saat ini sangat sunyi, para maid pun memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya setelah kejadian seminggu yang lalu. Hanya tersisa separuhnya.

Alexander menatap kosong ruangan kerjanya. Terlihat kantung mata yang menghitam. Dirinya benar-benar kacau.

Setiap malam Alexander selalu mengelilingi mansionnya, termasuk kamar kaylan. Dirinya benar-benar menyesal.

Ting!

Notif ponsel tiba-tiba berbunyi.

Alexander buru-buru membuka pesan tersebut. Ia membaca Pesan itu dengan serius.

"Ah, bukan__" ucapnya berat, ia kira pesan itu bersangkutan dengan kaylan, ternyata tentang pekerjaanya yang berada di luar kota.

Alexander menarik laci mejanya, lalu mengeluarkan album foto yang ia sembunyikan dibalik mejanya. Lalu membuka satu persatu lembaran foto tersebut.

Sudah semingggu lebih anak-anaknya tidak kembali kemansionnya. Ah, bukankah dulu dirinyalah yang tidak pernah pulang kemansion? Ternyata seperti ini rasanya...

***

Suasana hangat menyelimuti mansion opa dan omanya pagi ini. Terlihat Kaylan yang tertawa melihat Arvin abngnya saat ini.

"Kau tertawa hm?" Tanya Arvin sudah siap menerkam kaylan saat ini.

Pagi ini Kaylan dan Arvin sedang membantu omanya membuat cake. Berbeda dengan Arvan yang sudah pergi dari mansion bersama opanya pagi buta tadi.

Kaylan yang melihat Arvin abangnya akan membalasnya buru-buru berlari mendekati omanya.

"Hahaha maaf kay tidak sengajaaaa," seru Kaylan sambil menatap takut tepung ditangan abangnya.

Diana yang melihat itu menghela nafas, pasalnya sedari tadi kedua cucunya ini bukan membantunya, justru membuat kekacauan.

"Arvin, Kaylan, cukup!" Ucap tegas Diana menatap tajam keduanya.

Kaylan dan Arvin yang akan melempar lagi tepung dari tangannya berhenti seketika. Omanya marah? Kaylan dan Arvin buru-buru menghadap omanya.

Diana menatap tajam keduanya, padahal usia keduanya berbeda jauh. Tepung berserakan dimana-dimana, wajah keduanya benar-benar seperti donat saat ini. Dan itu membuatnya pusing.

"Arvin, kau sudah besar! dan juga, kembalilah kuliah hari ini juga. tidak ada penolakan!" Ucap Diana masih menatap tajam Arvin didepannya.

Kaylan yang mendengar kata kuliah itu langsung mengangkat wajahnya. Kalau abangnya ini kuliah, dengan siapa ia bermain?

Arvin menghela nafas mendengar ucapan omanya barusan. Ia sudah malas untuk pergi kuliah.

"Oma, kay ikut abang boleh?" Tanya Kaylan pelan tiba-tiba sambil menatap polos omanya.

Diana yang mendengar pertanyaan cucu bungsunya langsung melembutkan tatapannya. Ia tidak tega jika memarahi anak menggemaskan didepannya ini.

"Oma?" Ucap Kaylan lagi sambil menghapus tepung diwajahnya.

Remove Wounds Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang