Chapter 4

15.8K 949 10
                                    

Wallawee.......
Tampa membaca mukhodimah, lansung saja membaca, tapi votenya jangan lupa.

__________________________________

Dini menghela nafas sehabis sepergian Abyzar. Dia mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam gerbang pesantren.

Semua mata tertuju kepadanya, ada yang saling berbisik, ada yang hanya menatapnya, dan ada juga yang memasang wajah bodo amat.

"Ning, kok boncengan sama laki-laki sih." sindir salah satu santriwati membuat Dini menolehkan kepalanya ke arah dia.

"Abangnya masyaallah, tapi adeknya kok astagfirullah. Saya orangnya curigaan yah, itu badan masih utuh ngak." sindirnya kembali namun dengan mata yang ia fokuskan ke arah lain, seolah-olah mata tidak menyindir namun mulut yang hanya meyindir.

Dini mengampiri santriwati itu dengan memasang raut wajah datar. "Lu nyindir gua?" tanya Dini dengan tatapan tajamnya.

"loh? Kesindir yah? Upss berarti merasa dong." kekehnya di akhir ucapan.

Dini tersenyum smirk "anda bersekolah di pesantren kok kelakuan anda seperti ini? Saya ning? Oohh jelas, mangkanya anda iri dengan saya kan? Suka-suka saya dong ya, Umma saya aja gak protes, kok malah lu yang protes? Mau ngatur gua? Berani kasih berapa uang jajan gua hah?" balas Dini tak ingin kalah

"ada ya ning seperti ini?"

"ada! Buktinya gua, kenapa hah?"

"kosakata anty itu terdengar tidak sopan. Di lingkungan ponpes makai kata lu-gua? Anty itu ning! Anty itu juga seharusnya sadar, di nasehatin kok marah."

Dini tertawa terbahak-bahak membuat beberapa santriwati yang menonton percekcokan kebingungan. "nasehatin? Ada yah nasehatin di sini? Mau nasehatin atau mau mempermaluin? Anda mau buat saya malu? Saya buat malu balik kok bersembunyi di balik kata nasehatin? Ternyata ada juga yah di zaman sekarang cucu fir'aun yang masih hidup."

Semuanya terdiam, kata-kata Dini sangat menusuk hati.

"Jangan bermain dengan saya, saya mempunya pisau yang menyerupai lidah, mangkanya saya lebih suka diam." tekan Dini kepada Santriwati tadi lalu berlalu pergi, masuk ke arah ndalem.

***

"Dini." panggil kyai Abdul yang melihat Dini berlalu pergi tampa menyalami tangannya yang mana dia duduk di ruang tamu.

Dini menoleh kepada kyai Abdul dengan rasa malas. "apa lagi Jaddun?"

"Kamu kemana?"

Dini bingung mendengar pertanyaan dari Jaddunnya. "kemana? Kemana apanya sih Jaddun? Dini baru pulang sekolah, Dini capek. Gak usah ngasih pertanyaan berlebihan deh."

Kyai Abdul menunjuk jam yang tertempel di dinding, Dini mengikuti arah tunjuk kyai Abdul. "lihat kan? Masih jam berapa?"

Jam menunjukan pukul 11:25, membuat Dini seketika ngeh dengan pertanyaannya sekarang.

"sedangkan kamu pulang sekolah seharusnya jam tiga. Bolos?"

Jantung Dini berdegup kencang, habislah riwayatnya sekarang. Bisa-bisanya dia ceroboh, seharusnya dia bisa menghabiskan sisa waktu ini untuk bermain-main di luar.

Antara Ning dan GusWhere stories live. Discover now