Chapter 29

7.7K 702 1.1K
                                    

Okelah, sesuai janji, Adin beneran up ya hari ini 😓🙏 karna komen dah tembus 500 lebih, cepat kali 😭 gercep kali kelen ya, perasaan baru kemaren malam aku up, sekarang harus up lagi 😓 gini nih kalau udah ngasih janji.

Dah, baca aja lansung, pelan-pelan aja ya bacanya.

Happy Reading
.
.
.

__________________________________

Abyzar mulai menginjakkan kakinya di teras rumah, dengan sekotak berisi martabak bandung yang dia bawa dengan kresek berwarna putih transparan. lalu dia mulai memutar gagang pintu, "gak di kunci?" gumamnya sembari menautkan kedua alisnya.

Ceklek!

Pintu terbuka, namun suasana hening yang menyambut kedatangannya. Abyzar mulai masuk dan menyari keberadaan Dini, hingga dia menemukan Dini di dalam kamarnya yang sedang beres-beres, namun yang membuat Abyzar bingung, mata dan hidung Dini nampak memerah.

Abyzar melangkahkan kaki memasuki kamar, meletakkan sekotak martabak tadi di atas nakas lalu dia duduk di pinggiran ranjang, memperhatikan sang istri yang sibuk dengan urusannya sendiri.

"lo mau mindahin baju ke mana?" ucap Abyzar angkat suara.

"mulai sekarang kita tidur masing-masing." jawab Dini, lalu dengan kasar dia menghapus air mata yang turun ke pipinya.

Abyzar hanya ber-oh tampa menanyakan sepatah katapun lagi, bahkan dia hanya menelan pertanyaan akan kondisi istrinya sekarang.

Pandangan Abyzar terfokus kearah sebuah buku tebal yang terletak di atas meja dekat Dini berdiri sekarang, Abyzar berjalan ke arah sana dan ingin mengambilnya, namun dengan cepat Dini segera mengambil buku itu hingga sekarang berada di tangannya. Mendapat reaksi seperti itu, tentu saya Abyzar bingung dengan sikap Dini sekarang, bahkan Dini terlihat lebih dingin dari biasanya.

"itu buku apa?" tanya Abyzar.

"bukan apa-apa." jawab Dini ketus.

Dini hendak pergi sembari membawa baju-bajunya untuk dia pindahkan ke lemarinya semula, namun ketika dia hendak melewati pintu, Abyzar berucap hingga membuatnya terhenti. "dia telah kembali."

Reflek Dini mati kutu, air mata yang tadi sempat berhenti kembali meluncur layaknya air hujan, Dini menggigit bibir bawahnya sekuat mungkin untuk meredam emosinya, berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata lebih banyak lagi, dan berusaha untuk tetap kokoh tampa runtuh seruntuh mungkin.

"lalu apakah saya harus pergi? Tuan Anantara?" ucap Dini dengan suaranya yang gemetar namun berusaha dia tahan.

Abyzar tidak menjawab, melainkan terdiam seribu bahasa. Dini yang tak kunjung mendapat jawaban segera pergi menuju ketempat kamarnya yang dulu dia huni, sungguh bagi dia ini sangatlah sakit, layaknya pedang yang di tusukkan kejantungnya, bahkan lebih sakit dari itu.

Abyzar terduduk di pinggir ranjang, "Tuan Anantara" kalimat itu menggema di pikirannya, "Anantara? Tuan Anantara? Tuan tanpa jiwa?" ada kesedihan yang mendalam di lubuk hatinya, "apakah aku menyakitinya terlalu dalam?" pikirnya.  "hingga dia memanggilku tuan tanpa jiwa, dimana jiwaku yang dulu? jiwaku yang dulu benar benar hilang! Maaf! Maaf seribu maaf untukmu nona Aksa," lirihnya mengucapkan seribu maaf untuk Dini, namun percuma, Dini tidak akan mendengarkannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Antara Ning dan GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang