Saksi Kunci

406 33 0
                                    


***


Pia Kapoor hari ini datang ke art gallery miliknya lebih pagi dari biasa.

Sanjana, karyawannya, atau yang biasa dipanggil Sanju, juga sudah datang dan sekarang sedang membersihkan debu yang mulai muncul disetiap sudut ruangan.

"Sanju, kapan pembeli itu datang?"

"Kemarin dia mengatakan sekitar jam 9, Mam."

"Hmm.. Oke. Masih ada setengah jam lagi." Pia mengecek jam tangannya. "Sudah kau siapkan lukisannya?"

"Sudah, Mam. Aku juga sudah membungkusnya."

"Baik, terima kasih Sanju."

Pia bersemangat sekali untuk bertemu pembeli lukisan Meera hari ini. Benar saja kata temannya itu, percaya saja pada lukisannya dan pembelipun datang.

Sejak kuliah, kemampuan Meera memang tidak diragukan. Diapun salah satu mahasiswi lulusan terbaik.

Sebagai putri dari pengusaha Chopra, sejak awal Meera tak ada keinginan untuk mengkomersilkan hasil karyanya. Dia melukis hanya sekedar hobi. Karena itu, Pia terkejut saat kemarin Meera ingin menjual lukisan. Entah apa yang sedang terjadi dengan temannya itu.

Tapi pembeli kali ini juga sedikit aneh. Biasanya tanpa bertemu langsung dengan Pia, para pembeli mau melakukan kesepakatan harga dengan Sanjana. Dan Pia memang sudah melatih gadis itu. Hanya saja, saat kemarin Pia pulang lebih awal, pembeli ini datang dan ingin melakukan kesepakatan langsung dengan Pia.

"Sanju!" Panggil Pia lagi. "Siapa nama pembeli lukisan kita ini? Aku lupa-"

"Ibrahim Khan.."

Tiba-tiba seorang pria sudah masuk ke dalam gallery dan sudah ada di hadapan Pia.

Pia sedikit terlonjak menatap laki-laki berpakaian casual yang tersenyum manis di depannya. "Ah- maaf. Anda pasti orang yang saya tanyakan tadi. Tuan Ibrahim Khan? Anda datang lebih awal ternyata." Ia terkekeh malu.

"Aku memang menyukai sesuatu berjalan lebih awal." Jawabnya. Pria yang memiliki tubuh berotot tapi senyuman manis itu menjulurkan tangan. "Dan, panggil Ibrahim saja. Tidak perlu seformal itu. Anda pasti Pia Kapoor pemilik gallery ini."

Pia menyambut tangan tersebut. Genggaman tangan yang sedikit kuat, entah kenapa membuat degupan jantung Pia berpacu lebih kencang. "A-ah ya.." ucapnya yang tiba-tiba gugup. "Kalau begitu, aku pun Pia.. just Pia." Ia membenarkan letak kacamata merahnya untuk menutupi kegugupan itu.

Ibrahim kembali tersenyum, yang membuat tatapan Pia tak bisa berpaling.

"Baiklah Pia, tentang lukisan kemarin-"
Pertanyaan Ibrahim membuat Pia menyadari bahwa orang di depannya adalah seorang client.

"Yaampun, maaf.. tentu saja lukisan yang ingin anda beli sudah kami siapkan."

"Hmm.. Sebenarnya Pia, atasanku lah yang ingin membeli lukisan itu. Dan karena ada kesibukan lain yang mendesak, dia akan datang terlambat. Bagaimana kalau kita menunggu atasanku itu sambil minum teh di kafe dekat sini?"

Pia sedikit tercengang, sampai matanya berkedip beberapa kali, itu membuatnya cukup sadar ada seorang pria tampan yang mengajaknya ke kafe.


Oh God, Pia! Dia hanya bersikap sopan. Apa yang kau pikirkan??

"B-baik kalau begitu. Chalo*."

( *Ayo )

Pia tidak mungkin menolak permintaan orang yang akan membeli lukisan Meera, kan?

Apa benar hanya karena itu Nona Kapoor?

INCOMPLETED LOVE [✓]Where stories live. Discover now