Selamat Pagi, London

381 35 10
                                    


***


Kaca jendela yang berembun dan juga basah terkena cipratan hujan, menghalangi pandangan Ammar untuk memandang ke luar. Sudah sangat lama ia tak melihat dari dekat menara jam di sebelah gedung parlemen yang menjadi ciri khas kota London. Tapi cuaca malam ini, seolah tak mendukungnya untuk melirik sebentar.

Akhirnya Ammar mengelap kecil kaca jendela taksi di sisi, dengan ujung lengan baju. Sedikitnya ia kini dapat melihat arah jarum jam yang menunjukan waktu tengah malam. Dan benar saja, tak lama lonceng Big Ben berdentang seiring kendaraan yang membawanya dan Meera berjalan melewati menara.


Ngomong-ngomong tentang Meera...

Ammar menoleh, merasakan sesuatu menyundul lengannya. Di sudut lain kursi penumpang, Meera ternyata sudah tertidur dan kepala gadis itu melorot sampai ke lengannya.

Dengan tatapan sendu, Ammar mengangkat hati-hati kepala Meera dan menaruh di bahunya. Ia pun menyibak rambut sang gadis ke belakang telinga, memperlihatkan wajahnya yang begitu damai, juga cantik apa adanya. Setelah setengah jam perjalanan dari Bandara Heathrow, ternyata membuat Meera tertidur. Padahal penerbangan sepuluh jam dari Delhi sebelumnya malah membuat gadis itu terus terjaga. Ammar tahu, informasinya tentang Annand membuat Meera shock. Ia bisa merasakan sekuat apa genggaman gadis itu tadi, sampai tangannya terasa perih jika disentuh kini. Padahal belum ada setengahnya kisah mereka yang terceritakan. Itu hanya awal agar Meera tahu apa yang sebenarnya diperjuangkan Annand selama ini.


Ammar sedikit terkejut saat Meera tiba-tiba bergerak dan dengan tubuh yang gemetar, ia merapatkan diri pada Ammar. Tapi mata gadis itu masih terpejam. Syukurlah, Meera masih terlelap. Hanya saja, tampaknya Meera kedinginan, karena tubuh gadis itu terus bergetar dan kini memeluk lengan Ammar.

Perlahan, Ammar meraih jaket kulitnya yang ia buka sejak tadi dan ditaruh di sisi. Laki-laki itu menyampirkan jaket tersebut ke bahu Meera. Sedikitnya membuat gadis itu kini menjadi hangat.

  

"Annand..."

Kecil tapi jelas, nama itu tersebut di bibir Meera. Entah apa yang sedang Meera mimpikan sekarang, karena di sudut netranya, air mata meleleh.

"Sshh.." Ammar membelai pelan surai Meera, agar membuatnya tetap terlelap. "Sebentar lagi, Meera. Sebentar lagi.." Bisik Ammar.

Ini salahnya, kenapa Ammar harus menjanjikan sesuatu pada Meera yang ia sendiri tak tau gadis itu akan kuat menerimanya atau tidak. Tapi, seperti yang Meera pernah katakan, dia tak mau terus berada di dalam kegelapan. Meera berhak untuk mengetahui semuanya. Semoga saja pertemuannya dengan Annand nanti, tak memperburuk keadaan Meera yang sudah begitu kacau.


Sesuatu yang menyilaukan mata, menyala di pangkuan Meera. Ponselnya yang dalam kondisi sunyi itu memperlihatkan masuknya sebuah panggilan. Ammar bisa membaca nama siapa yang muncul di layar, tentu Pia Kapoor.

Tak mau membuat orang lain berpikir bahwa dia penculik seorang putri konglomerat India, Ammar mengangkat telepon tersebut. "Kami sudah sampai," sapanya pelan. "Tak bisa bicara banyak, dia sudah tidur. Telepon lagi besok pagi saja, bye." ucap Ammar lalu mengakhiri panggilan. Tanpa menunggu Pia mengoceh panjang lebar apalagi menjelaskan kondisi mereka.


Biarlah Meera istirahat untuk saat ini.

     

        

***

     

          

INCOMPLETED LOVE [✓]Where stories live. Discover now