Yang Tak Terlupakan

396 37 7
                                    




***

.Flashback.


"Excuse me.. Excuse me, excuse me!" Meera menyeruduk masuk melewati orang-orang yang menghalangi pintu auditorium. Puncak function kampus The Art Castle hari ini akan dimulai, karena itu auditorium menjadi sesak. Gedung itu menjadi tempat berkumpul seluruh mahasiswa dan para petinggi kampus untuk mengakhiri acara. Dan Meera harus cepat sebelum dia tak memiliki tempat di dalam.

Meera menghela napas begitu berhasil masuk. Gadis itu melihat sekeliling gedung, berusaha mencari seseorang.


"Meera! Meera! Hei, aku disini!"

Sahutan itu tertangkap telinga. Akhirnya mata Meera menemukan sosok Pia, dia berdiri di salah satu sudut bangku tribun penonton sambil melambaikan tangan. Meera tersenyum, lalu segera menghampiri sang sahabat yang sudah menyisihkan tempat untuknya.

"Band nya Annand belum mulai, kan?" Tanya Meera begitu duduk di sebelah Pia. 


"Hampir! Kau darimana saja?" tanya Pia. "Beberapa orang terus menanyakan sebuah lukisanku tadi. Sulit sekali mengusir mereka dengan cepat. Tapi kau kan tau, kalau aku tak akan pernah menjualnya lukisan itu."

"Lukisan yang mana?"

Meera tak menjawab pertanyaan Pia. Ia hanya menaikan kedua alisnya beberapa kali dan menatap temannya dengan tatapan, kau pasti tau yang mana.

"Oh, right! Of course.." Pia mengkonfirmasi perkiraannya sendiri. "Hasil penjualannya kan untuk kegiatan amal kampus kita, Meera. Kau tidak mau beramal?


"Tentu saja aku tak mau menjualnya bukan karena hal itu! Tapi. tenang saja. Aku sudah menggantinya dua kali lipat dari harga lukisanku itu."


"Itu namanya kau beramal sendiri, Meera! Apa fungsinya kau menaruh lukisan-lukisanmu di dinding workshop?"


Tak Menjawab, Meera hanya menaikan bahunya.

Tiba-tiba ponsel Meera berdering, gadis itu tersenyum begitu nama Annand Raichand muncul di layar.

"Hallo."


"Dimana?" tanya Annand begitu mendengar sapaan Meera.


"Sudah di dalam auditorium. Kau?" tanya balik Meera.

Sebelum mendapat jawaban, Meera melihat tirai backstage di sudut panggung auditorium yang sedikit tersingkap dan memunculkan kepala Annand. Dengan ponsel yang menempel ditelinga, ia seperti sedang memindai sekitar auditorium, mencari seseorang. Tentu saja mencari kekasihnya. "Sebelah mana?"


Meera tertawa kecil melihat tingkah laki-laki itu. "Kananmu. Baris ke tiga ujung atas.."


Dengan cepat Annand menangkap sosok Meera yang melambai kecil dan tersenyum padanya. "Kenapa jauh sekali?"


"Harusnya kau menyediakan bangku VVIP untukku," jawab Meera di ponselnya.


"Akan aku tukar kursi Rektor untukmu kalau begitu."

INCOMPLETED LOVE [✓]Where stories live. Discover now