Bantuan

309 37 18
                                    


***



"Saat besar nanti, kau ingin jadi apa?"


Ditanya seperti itu, Ammar mengedipkan mata bingung. Menoleh pada seseorang yang sedang menatapnya di sisi. Seorang anak kecil berumur 10 tahun yang wujudnya begitu ia kenal, hingga membuatnya sadar bahwa saat ini wujudnyapun identik dengan si penanya.


"Annand...?" tanya Ammar perlahan.


Yang ditanya malah tersenyum. Dia kembali memandang ke depan. "Kau mau jadi apa setelah besar, Ammar?" ulangnya.


Ammar menggedikkan bahu, ikut menatap situasi di sekelilingnya yang terlihat berkabut. Tapi ia masih bisa melihat kalau kini ia berada di belakang rumah mereka. "Melindungi dunia, mungkin?" jawaban itu membuat anak di sebelahnya tertawa. 

"Kalau begitu, kau harus menjadi tentara seperti Ayah!" Sahut Annand. Ammar mengedikan bahu, sebenarnya dia juga tak tau ingin menjadi tentara atau tidak. Yang jelas melindungi dunia terdengar keren.

"Apa kau akan melindungiku juga?" Annand kembali bertanya, yang dianggukan Ammar dengan cepat. "Haan! Pasti!" jawabnya tanpa ragu. "Kalau kau? Mau jadi apa Annand?"


"Aku... hanya ingin tumbuh dewasa bersamamu, Bhai.."



Ammar kembali menoleh pada sang adik, tapi wujudnya kini sudah menjadi seorang laki-laki dewasa, seperti terakhir kali yang Ammar ingat. Wujud Annand saat masih kuliah. Sedangkan ketika Ammar meraba wajahnya sendiri, dia dapat merasakan adanya janggut dan kumis halus yang tumbuh. Seperti kumis dan janggut yang tidak peduli ia urus saat umurnya 28 tahun, ia juga memakai seragam loreng kebanggaan. Kini wujud Ammar benar-benar terlihat seperti kakak dari Annand yang terlihat lebih muda.


"Apa menjadi tentara itu melelahkan? Kau cepat sekali menua." Kekeh Annand. Tapi Ammar tak merespon. Masih bingung dengan situasinya kini. Apa ini mimpi?


"Haan.. ini hanya mimpi, Bhai. Tak usah berpikir sekeras itu." Jawab Annand yang padahal pertanyaan Ammar hanya ia ucapkan dalam hati. "Aku datang hanya ingin membantumu berpikir." Ia tersenyum pada Ammar, tapi yang ditatap terus terdiam. Tak sanggup mengatakan apapun bahkan mengucapkan kerinduan yang ada.

"Ammar.." lanjut Annand lagi. "Kebahagiaanmu adalah hal yang terpenting. Pilihlah apa yang membuatmu menjadi orang paling bahagia di dunia. Mungkin, jika aku diposisimu, aku akan memilih negara ini dibanding Meera. Aku akan lebih bahagia melihat Meera bersama orang lain daripada menghabiskan hidupnya dengan orang sepertiku yang belum tentu bisa membahagiakan diri sendiri." Jedanya. "Benar, kan?" Annand tersenyum lebar pada Ammar. "Menjadi tentara adalah impianmu sejak kecil. Untuk apa merelakannya demi Meera?"


Ammar berkedip, setetes air mata mengalir dipipinya. Padahal sosok Annand terus tersenyum tanpa berkata apapun lagi. Wajah Annand terlihat begitu bercahaya dan bahagia dibanding wajah Ammar yang muram dan kusam. Kesedihan yang Ammar rasakan entah dari rasa rindunya pada Annand atau perkataan Annand yang begitu menusuk hatinya.


"Boleh aku memelukmu?" Akhirnya Ammar bisa menggerakkan bibir.


INCOMPLETED LOVE [✓]Where stories live. Discover now