Sekarang

387 33 0
                                    



***



"Nona.." Meera dapat merasakan seseorang mengguncangkan tubuhnya perlahan. "Nona, bangunlah."
Meera akhirnya mengerjap. Membuka mata dan menegakan punggung.
Sepertinya sudah setengah jam Meera tertidur di kursi sebelah kasur pasien dengan posisi yang membuat punggungnya kini cukup pegal.


Yang membangunkan Meera tersenyum, seorang wanita yang memakai jas dokter.
"Baiknya anda pulang Nona, ini sudah malam. Waktu berkunjungpun sudah habis.."
Sedikitnya rasa cemburu menghampiri saat melihat genggaman yang saling bertautan antara sang pasien dengan gadis yang sejak tadi menemaninya.


Pandangan Meera beralih pada orang yang sedang diinfus dalam ruangan itu. Genggamannya menguat. "Annand-"


Sang dokter mengerutkan dahi, "Maksud anda, Ammar? Ammar akan baik-baik saja, Nona. Hasil pemeriksaan fisiknya bagus. Kemungkinan besok pagi dia akan bangun. Karena pengaruh obat juga dia belum membuka matanya sekarang.."


Meera kembali menatap si dokter, tatapannya kini menajam. "Annand.. Namanya, Annand Raichand, dokter."


Dokter di hadapan Meera menatap gadis itu dengan kebingungan yang sama. "My appologies, tapi aku sangat mengenal pasienku sendiri, Nona." Ia mengulurkan tangan, "Aku dokter Naina Malholtra, dokter pribadi Mayor Ammar Raichand selama lima tahun ini, orang yang sedang terbaring di hadapan anda."


Meera melepas genggamannya pada Ammar dan menjabat tangan itu dengan bibir yang terkatup. Matanya memandang kearah manapun selain sang dokter, seolah banyak pikiran kini sedang menyerang. "Tidak mungkin.. Aku tak mungkin salah-" cicitnya.


Dr. Naina masih menatap Meera. "Boleh aku bertanya apa hubungan anda dengan pasien?"


"Aku...." Meera kebingungan sendiri untuk menjawab. Jika benar yang terbaring itu bukan Annand, lalu apa yang harus ia jawab?



Tapi, Meera terlalu yakin pada hati kecilnya.


Melihat sang gadis yang tak juga bicara, dr. Naina kembali bersuara, "Maaf jika itu terlalu personal untukmu. Tapi sebagai dokter di rumah sakit ini dan juga dokter pribadi pasien, aku perlu tau siapa yang mengunjunginya-"


"Kekasih." Ucap Meera tegas. "Aku kekasihnya."


Dr. Naina kembali terkejut. Ia merasakan ada keretakan dalam hatinya. "K-kekasih?" Ammar sama sekali tak pernah bercerita kalau dia sudah memiliki kekasih.

Apa tak sepenting itu dirinya bagi Ammar? Sampai tak mau menceritakan hal ini?


Dr. Naina menarik napas dalam. Mencoba tetap bersikap profesional.
"Kalau begitu, kenapa anda salah menyebutkan nama pasien?"


Meera menunduk, "Maaf dokter, aku sedang banyak pikiran. Tampaknya aku memang harus pulang.."


Dr. Naina tersenyum tipis. "Istirahatlah nona. Rumah sakit ini akan menjaga Ammar. Besok pagi saat dia terbangun, aku pastikan anda akan langsung dihubungi."


Meera bangkit dari kursinya.
Ia memandang wajah Ammar yang terlihat damai. Walaupun wajah itu tampak lebih dewasa dengan adanya janggut dan kumis sekarang, tapi Meera yakin itu adalah wajah Annand nya. 


Kenapa namanya Ammar ? Dan sejak kapan Annand masuk militer?


Meera membelai surai laki-laki itu lembut, lalu mendaratkan kecupan kecil di pucuk kepalanya tanpa ragu.


Dr. Naina mengalihkan pandangan. Hatinya terasa perih.


"Terima kasih, Dokter.." Ucap Meera yang akhirnya melanglah pergi.



***



"Papa.." Meera yang baru saja keluar dari mobil, langsung mendekap Mukesh sesaat setelah supirnya membukakan pintu mobil untuk sang majikan.

INCOMPLETED LOVE [✓]Where stories live. Discover now