Hingga Akhir

318 36 14
                                    



***

Kedua kelopak Meera mengerjap pelan, rasanya masih mengantuk tapi ingin segera membuka mata tanpa alasan. Gadis itu terdiam lama, menatap langit-langit ruangan yang tampak tak asing. Dan saat matanya memandang berkeliling, ternyata benar, dia berada di dalam kamarnya.

Meera melenguh lantang sambil mendudukkan diri. Tak ingat sama sekali bagaimana dia bisa kembali ke rumah dan terbaring di atas kasurnya sendiri.

Karena gadis itu ingat betul apa yang dilakukannya tadi malam. Setelah Meera keluar dari rumah melalui jendela kamar, ia berlari melewati rimbunan kebun Canola sebelum akhirnya menemukan jalan besar dan sebuah taksi untuk menuju rumah Ammar.

Sesampainya di tujuan, rumah itu terlihat gelap. Meera sampai berulang kali mengetuk pintu dan memanggil Ammar, berharap para penghuni memang tertidur dalam kondisi semua lampu dimatikan.


Tapi nihil.. tak ada seorangpun yang membukakan pintu. Rumah itu memang kosong, entah penghuninya pergi kemana dan akan kembali kapan.

Meera yang lelah, akhirnya terduduk di undakan teras rumah Ammar. Menyenderkan kepala ke tiang penyangga sambil memikirkan harus apa selanjutnya. Langsung pulang, atau menunggu kedatangan pemilik rumah.

Sambil terdiam, air mata kembali mengalir. Kenapa rasanya semesta tak merestui? Apa ini sudah menjadi takdirnya untuk tidak mengucapkan selamat tinggal pada Ammar? Dia tak mau menyesal lagi seperti apa yang pernah terjadi dengan Annand.


Meera benar-benar ingin bertemu Ammar.

Jadi ia putuskan untuk menunggu. Lagipula masih ada waktu sebelum tengah malam. Dia masih sanggup terdiam di luar ditemani hembusan angin dan cahaya bulan.  


Setelah cukup lama menunggu sambil mendekap tubuhnya sendiri yang mulai terasa dingin, helaan napas Meera terdengar teratur dan dalam. Matanyapun terpejam, entah sejak kapan.

Meera ternyata tertidur. Dan baru terbangun saat mendapati dirinya berada di kamar saat ini.


Tapi anehnya, samar-samar dalam ingatan Meera ada siluet Ammar yang datang saat ia terlelap di depan rumah laki-laki tersebut. Juga dalam beberapa saat, dia merasa berada dalam gendong Ammar. Apa Meera bermimpi? Atau itu hanya halusinasi dan permainan pikirannya yang ingin Ammar datang?

Entahlah, memori itu juga begitu buram.


"Kau sudah bangun..?" Suara Sayeedah menyadarkan Meera dari lamunan. Wanita itu datang dari arah walking closet  sambil menyeret dua koper di tangan. "Ayo Meera kau bersiaplah. Barang-barang kebutuhan pernikahanmu sudah aku bereskan."


"Daijaan.. Bagaimana aku bisa disini? Seingatku, aku sedang-"


"Pia.. Pia yang membawamu pulang, Nak." Jawab Sayeedah tanpa memberi peluang pada Meera untuk melanjutkan pertanyaan. "Saat mendapati kamarmu kosong di tengah malam, aku langsung menelepon Pia. Bertanya apa dia bersamamu. Dan akhirnya, dia membawamu pulang dengan keadaan kau yang sudah tidur."


Oh, Pia.


Ada kekecewaan di wajah Meera. Ternyata memang Ammar tak pernah datang tadi malam. "D-daijaan.. Pia sudah tau kalau aku akan-"

INCOMPLETED LOVE [✓]Where stories live. Discover now