Dress Shopping

384 35 0
                                    



***


Dengan penerangan yang hanya bersumber dari layar besar di hadapan, tanpa berkedip Pia terus menatap lurus benda persegi panjang tersebut. Satu box popcorn ukuran medium ditangan, tak membuat perhatian si gadis cantik teralih. Seperti tak ingin tercipta suara yang mengganggu, ia memakan satu persatu snack jagung di genggaman, dengan kunyahan lamban dan air muka yang begitu tegang. Ia menyesal memilih menonton film horror hari ini.

"Jadi.. Kapan pesta yang diadakan manager operasional perusahaan ayahmu itu?" tanya Pia setengah berbisik. Ia mendorong kacamatanya yang sedikit melorot.


"Lusa.." jawab cepat wanita paruh baya di sisi, mendahului yang ditanya, lalu mencomot popcorn di pelukan Pia.


"Hmm.." Meera mengiyakan jawaban sang kepala asisten rumah tangga, sebelum memasukan satu sendok penuh sereal jagung dan susu ke dalam mulut. Dengan berselonjor kaki, ia menjadikan paha sebagai tumpuan mangkuk cemilan penuh seratnya. Adegan menegangkan yang disuguhkan layar membuat wajah gadis itu sama kakunya seperti si sahabat.


"Oh, God.." desah Pia, matanya membulat.


"Haan!" Setuju Sayeedah dengan suara lantang. "Aku juga berpikir anak-anak itu bodoh sekali, mau masuk ke dalam rumah hantu yang jelas-jelas akan membuat mereka mati nanti," komentarnya, yang lagi-lagi mengambil popcorn bagian Pia. Sadar akan apa yang dilakukan Sayeedah, Pia langsung menjauhkan cemilannya dari yang lebih tua. Padahal dia tau yang membuat cemilan ditangannya itu wanita tersebut. 


"Bukan tentang film ini, Sayeedah-ji!" Protes Pia dengan suara meninggi. Kini ia mengubah posisi duduk jadi menyamping. Memfokuskan perhatian pada Meera yang berada di sudut lain sofa dan menghiraukan adegan menyeramkan yang sedang terputar pada televisi super besar ruangan itu. Si gadis berkacamata frame merah menghembuskan napas kesal sebelum kembali bersuara, "Kenapa baru memberitahuku sekarang tentang pesta itu?"


Walau di ruangan yang kurang pencahayaan, Pia masih dapat melihat siluet Meera yang memutar bola mata dan menghentikan sejenak aktifitas mengunyahnya. Tapi tatapan si putri Chopra masih mengikuti alur cerita film. "Apa bedanya jika aku memberitahumu kemarin lusa?"


"Akukan belum mendapat dress yang harus dipakai ke pesta itu, Meera! Ini terlalu mendadak!"


"Oh, God.. I hate party!" dengkus Meera yang menaruh mangkuk serealnya di nakas sebelah sofa panjang dimana bokongnya menempel. Kenapa orang-orang seperti Pia harus mempersulit diri sendiri dalam menentukan pakaian pesta? Kini ia ikut menoleh pada sahabatnya, "Koleksi dress pestamu lebih banyak dibanding punyaku, Pia!" 


Tiba-tiba lampu di ruang home theater kediaman Chopra menyala, membuat tatapan kesal dua gadis teralihkan ke sekeliling ruangan besar yang hanya terisi oleh tiga orang itu. Rumah megah Chopra memang memiliki banyak ruangan, dan salah satunya ruang home theater. Dalam hitungan detik, layar televisi besar di hadapan mereka padam. Membuat Meera semakin gusar. Tatapan gadis itu menajam saat Sayeedah, yang duduk diantara kedua sahabat, memegang pengendali jarak jauh benda-benda elektronik ruangan tersebut.


"Daijaan! Kenapa dimatikan?" protes Meera.


INCOMPLETED LOVE [✓]Where stories live. Discover now