Pengakuan Intensi

392 34 4
                                    



***

Flashback.



"Sepuluh sampai seratus.... Seberapa kesal kau sekarang pada Annand?"


Meera menoleh ke belakang kanvasnya berdiri, dimana sang sahabat bertanya sambil melakukan kegiatan yang serupa dengan gadis itu. Kanvas mereka saling memunggungi tapi tak menepel. Tangan Pia penuh dengan alat lukis, wajahnya terlihat begitu serius sampai tak menatap balik Meera.

Keduanya sedang menyelesaikan tugas melukis bertemakan ekspresi diri di gedung workshop pada jam kosong kelas. Pia merasa semua hasil karyanya merupakan sebuah ekspresi diri, lalu apa yang harus berbeda dengan tugas kali ini? Pikiran itu yang membuat wajahnya terlihat merengut sekarang. Merasa tak puas dengan apa yang sedang dibuat.


"Kenapa tiba-tiba menanyakan itu?" tanya balik Meera yang membuat Pia memutar bola mata.


"Oh please, Meera. Sebelum perayaan Holi, kau selalu emosi saat bercerita tentang laki-laki itu. Tapi setelahnya, tiada hari tanpa kau bertanya, 'Annand kaha hai, Annand kaha hai, or Annand kaha hai*..'" Pia akhirnya menoleh pada Meera, raut wajah gadis itu terlihat panik. "Jadi, ada penurunan persentase kekesalanmu pada Annand Raichand, Na?" Ia menyipitkan mata seolah menggoda si sahabat.

( *Dimana Annand )


Meera menggigit bibir, terlihat begitu ragu untuk menjawab. Hingga netra Pia menangkap sosok yang sedang mereka bicarakan, berjalan mendekat dari arah punggung Meera sambil memeluk sebuah paper bag coklat berukuran medium.


"T-tentu saja aku masih kesal dengan Annand!" sahut Meera. Ia kembali meneruskan tugasnya untuk menutupi kontradiksi antar mulut dan hati yang terlihat jelas pada air mukanya. Sahutan yang tiba-tiba itu membuat langkah laki-laki di belakang terhenti. Rasanya Pia ingin sekali menoyor sang sahabat yang tak menyadari pintu workshop terbuka dan tertutup tadi.

"Ya... walaupun aku sudah bisa menoleransi keberadaannya, tapi tetap saja Annand berada di daftar teratas orang paling menyebalkan di hidupku!" Lanjut Meera. Tatapan Pia dan Annand langsung bertemu, Pia yang akan menyuruh Meera untuk tutup mulut malah diberi isyarat oleh Annand untuk diam.

Ucapan Meera tadi malah membuat Annand tersenyum miring, dan dengan santai ia duduk di bangku belakang gadis yang mulai mengomel tersebut.

     

Annand mengeluarkan sesuatu dari paper bag dengan perlahan, berusaha keras tak membuat suara. Pia hampir terbahak saat Annand membuka bungkusan burger dengan takut-takut, lalu melahap makanan cepat saji itu dengan gigitan besar. Laki-laki tersebut sudah seperti menikmati makan siang sambil menonton acara televisi favoritnya.


"Dan perlu kau tau Pia, aku selalu bertanya dimana laki-laki itu, karena ada saja barangku yang tidak sengaja terbawa olehnya! Entah itu tempat pensil gambarku, botol minum, atau bahkan ikat rambutku." Meera menghela napas. "Atau sebenarnya Annand sengaja??" Meera melirik Pia yang dibalas dengan tatapan, Isn't it obvious?

"Tapi.." Meera terhenti, ia tampak berpikir. "Aku tak akan menyangkal jika terkadang sikap bodoh dan menyebalkan Annand itu membuatku lebih banyak tertawa sekarang," lanjutnya dengan senyum kecil yang terukir. Laki-laki yang terduduk di belakang terlihat membeku, lalu menatap belakang kepala sang gadis dengan penuh sayang. Hanya berkata seperti itu saja, Meera sudah benar-benar menyentuh hati Annand. "Ah- Aku jadi ingat, dimana Annand sekarang? Kenapa dia belum juga datang? Dia bilang kelas siang ini dibatalkan karena dosennya tiba-tiba sakit."

INCOMPLETED LOVE [✓]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant