Undangan

388 34 0
                                    

***

Semburat langit oranye sudah dimulai. Perlahan awan putih berganti gelap, dan matahari terlihat mengecil menuju barat. Suasana sore seperti ini sedikitnya membantu seseorang dalam menenangkan diri. Apalagi jika sambil melakukan kegiatan yang disukai.

Seperti yang sedang dilakukan Meera sekarang.

Melukis.

Di teras lantai tiga rumahnyalah tempat biasa Meera melakukan aktifitas tersebut. Dengan rumput sintetis yang menjadi lantai dan beberapa tanaman hias yang menyejukan mata, membuat suasana hati gadis itu lebih baik dibanding kemarin. Lampu-lampu yang mulai menyala, membuat Meera kini dapat lebih jelas melihat hasil guratan pensilnya.

Tapi emosi gadis itu seketika berubah, saat gulungan berbulu yang merebahkan diri di atas ayunan gantung rotan beralaskan bantalan empuk merah maroon, malah bangkit dan melakukan aktifitas tanpa ijin sang majikan.

Meera mendengkus. "Annu, please.. jangan bergerak terus. Bagaimana aku bisa menyelesaikan gambarku!" celotehnya. Tapi percuma saja, yang diajak bicara bukan manusia. Bagaimana dia mau menurut? Annu yang sedang menjadi objek gambar Meera malah tak henti menjilati tubuh berbulunya, yang membuat si gadis bernapas pasrah. "Acha, terserah kau saja!"

Gadis itu kembali menggoreskan pensil pada kertas gambar yang berdiri dengan penyangganya di hadapan. Membentuk gurata-guratan tubuh Annu berlatar langit berdasarkan apa yang diinginkan jemarinya.

Meoowwww!

Tiba-tiba Annu melompat dari ayunan dan berlari menuju tangga. Satu-satunya akses naik-turun di tempat itu.

Meera menatap galak kucingnya. "Annu! Kenapa tidak mau mendengar-"

"Hei, buddy.. Apa kau datang menyambutku?"

Suara bariton menghentikan ocehan Meera. Dilihatnya Ammar sedang menggendong Annu yang tadi berlari ke arah kedatangan laki-laki itu. "Ammar? Kau kemari? Kapan keluar dari rumah sakit?" tanya Meera yang terkejut.

Ammar menarik kedua sudut bibirnya. "Dokter Naina baru mengijinkanku pulang satu jam yang lalu." Jawabnya. "Lalu aku memutuskan ke sini dulu untuk berpamitan dengan Tuan Mukesh dan setidaknya memberikan laporan terakhirku, walaupun kau sudah pulang ke rumah tentunya."

"Papa belum pulang dari kantor.."

Ammar mengangguk. "Sayeedah sudah memberitahuku dan dia langsung mengabari ayahmu itu. Katanya, Tuan Mukesh sedang dalam perjalanan pulang. Jadi Sayeedah menyuruhku untuk menunggu dan mengatakan kalau kau ada di atas sini." Sambil menggendong Annu, Ammar duduk di ayunan rotan yang tadi ditinggalkan si kucing. Dengan perlahan sang tentara mulai membelai bulu abu-abu pendek tebalnya.

Meera yang melihat kenyamanan pada Annu, malah kembali merasa melankolis. Ia menarik napasnya perlahan, tak mau berlama-lama kembali dengan perasaan yang seperti itu.

Hingga akhirnya pemandangan di atas ayunan membuat Meera langsung membuka lembaran baru pada kertas gambarnya, membiarkan gambar Annu yang belum selesai tadi, dan kembali menggoreskan pensil di atas halaman kosong. Cara ini lebih baik dalam mengatasi rasa sendunya.

"Dasar kucing nakal.. bisa-bisanya cepat akrab dengan orang asing. Kalau kau diculik bagaimana?" gerutu Meera tanpa mengalihkan matanya pada kertas gambar, yang membuat Ammar terkekeh.

"Kata siapa aku orang asing? Kita pernah bertemu sebelumnya kan, Annu?" Ammar malah mengajak ngobrol si kucing dengan mengangkat dua kaki depan mamalia itu. Meera tersenyum tanpa menghentikan gerakan pensilnya yang cepat.

INCOMPLETED LOVE [✓]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ