His Home

410 36 7
                                    



***


Ammar mengentuk beberapa kali pintu bercat putih dengan tembok bernuansa kuning pastel. Sebuah rumah bergaya English Cottage di daerah countryside  yang terlihat begitu asri dengan taman bunga dan rerumputan hijau yang terawat di halaman. Tempat ini terlihat tak sesuai dengan tujuan yang disuruh Ammar untuk dikatakan pada Pia, sebelumnya. Tapi daerah ini memang dikelilingi banyak bukit. Apa sebenarnya daerah ini yang bernama Somerset Hill dan Meera yang sudah salah paham?


Apa.... ini tempat Annand bersembunyi selama ini?


Dengan pemikiran itu, membuat Meera meramat kedua tangannya dengan gugup. Kepala pun begitu berat, sampai jantungnya kini berdegup tak karuan. Apa itu juga yang membuat Ammar terlihat lebih diam dari biasanya? Sampai tak ada obrolan basa-basi yang terlontar selama perjalanan mereka ke rumah ini, bahkan tampaknya laki-laki itu menghindari tatapan Meera sekarang. 


Akhirnya ketukan Ammar membuahkan hasil, terdengar decitan pintu terbuka. Membuat Meera tiba-tiba meraih ujung jaket kulit Ammar dan menariknya, seolah menyuruh laki-laki itu tak pergi meninggalkannya. Ammar menoleh, ia mengangguk mengerti. Pintu yang terbuka itu memperlihatkan seorang wanita baya berbalut saree, yang masih menguarkan aura elegan. Tatapan bingungnya menyambut Meera dan Ammar.

Tapi setelah wanita tersebut menyipitkan mata untuk mandang Ammar lebih teliti, keterkejutan begitu terlihat di wajahnya. Hingga air mata menetes begitu saja. "Maa.." panggil Ammar lirih, yang membuat hati setiap ibu mencelos dan tak lagi dapat membendung tangisan. Ammar langsung membungkuk hormat untuk memegang kaki wanita yang telah melahirkannya tersebut.


"Ammar..." sang Ibu langsung merengkuh tubuh yang dirindukan dan mengecup keningnya. "Ammar..." ia terisak, terus memanggil nama putranya. Merasakan setiap sisi tubuh Ammar hingga dirasa pertemuan mereka ini bukan hanya mimpi. Mendengar panggilan pilu dan usapan sayang sang ibu, Ammar tak bisa tidak menangis. Sudah sangat lama ia tak merasakan sentuhan dan kehangatan pelukan itu. Terlebih lagi, saat ini dia benar-benar memerlukan pelukan ibunya. "Ammar.. Kau akhirnya datang. Kau sehat, nak? Baik-baik saja? Tak ada satupun yang kurang darimu kan setelah kejadian itu?"  Ibunya terus menangis dengan menangkup wajah putranya ditangan.

Ammar hanya bisa mengangguk dan menggeleng, terlalu berat mengeluarkan suara, ia mengecup kedua telapak tangan wanita itu dengan penuh kerinduan.


Melihat interaksi di depannya, Meera tersenyum haru hingga air matanya berlinang. Dia bisa merasakan serindu apa Ammar pada sang ibu, juga sebaliknya. Ia jadi teringat dengan ibunya sendiri, yang sudah tak bisa ia peluk seperti apa yang dilakukan Ammar sekarang.

Sampai akhirnya tengokkan penuh pertanyaan ibu Ammar mengarah pada Meera. Dengan cepat gadis itu menghapus air mata, menyunggingkan senyum tipis, sembari menyatukan kedua tangannya untuk memberi salam.


"Yah kaun hai*, Ammar?" tanya ibunya parau, setelah mengusap air matanya yang tak henti mengalir.

( *Ini siapa? )


Ammar ikut menoleh pada Meera, dengan perlahan dia mengulurkan tangan, menyuruh Meera maju mendekat. "Maa.. ini Meera, Meera Chopra." 


Jawaban dari Ammar kembali membuat wanita di depan mereka terkesiap. Air mata kembali terurai, yang membuat Meera semakin bingung harus mengatakan apa.

INCOMPLETED LOVE [✓]Where stories live. Discover now