19. Penemuan mengejutkan

4.6K 350 5
                                    

Alena dan Gavriel turun dari taxi online yang mengantar mereka ke sebuah perumahan elit. Mereka mengedarkan pandangannya untuk melihat daerah perumahan ini yang cukup sepi. Tidak ada aktivitas dari rumah-rumah di sekitar sini. Bahkan sekedar pedagang sayur yang mangkal saja tidak ada.

"Sepi banget perumahannya. Kaya enggak berpenghuni," kata Alena sambil masih mengedarkan pandangannya.

"Namanya juga perumahan elit, Len. Orang sibuk kerja cari duit bukan cari gosip di tukang sayur. Udah, buruan kita ke rumah Gadis. Yang mana rumahnya."

"Blok D nomer 17."

"Blok D nomer 17 berarti yang itu," Kata Gavriel sambil menunjuk ke sebuah rumah dua lantai dengan gaya minimalis modern.

Alena mengikuti ke mana arah tangan Gavriel menunjuk dan kedua alisnya terangkat ke atas. Ia tahu jika Gadis berasal dari keluarga old money dan Pradipta juga bukan berasal dari keluarga tidak mampu, hanya saja rumah Gadis dan Pradipta tergolong terlalu mewah dan besar untuk ditinggali pasangan muda yang baru menikah. Apalagi mereka belum memiliki momongan. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya, berapa gaji Pradipta hingga bisa membeli rumah ini?

"Buset, enggak nyangka gue kalo ternyata si Dipta tajir juga."

"Buat apa lo punya suami tajir kalo diselingkuhi melulu? Mau lo dapat yang begitu?"

"Ya enggak lah. Makanya gue belum nikah-nikah sampai sekarang. Soalnya banyak banget orang disekitar gue yang rumah tangganya toxic dan berakhir di meja pengadilan agama."

"Makanya itu, memilih pasangan itu sebaiknya jangan gegabah kaya Gadis. Kenal belum lama aja berani nikah. Eh, enggak tahunya dia cuma dijadikan boneka."

Gavriel mulai berjalan diikuti Alena di sampingnya. Sambil berjalan di samping Gavriel, Alena menaggapi kata-kata temannya itu.

"Jadi generasi jaman now itu susah-susah gampang. Apalagi kaya kita yang usianya sudah diatas 30 tahun. Semakin dewasa, semakin sadar kalo cari uang itu susah, capek dan sampai rumah maunya istirahat. Males beredar, menebar jala, apalagi mencoba kenal sama lawan jenis. Kayanya bener sih ide si Gadis, kalo lebih baik enggak usah nikah daripada punya suami kelakuannya kaya dajjal."

Gavriel memilih diam dan ia mulai membuka pintu pagar tinggi yang ternyata tidak dalam keadaan terkunci. Ia segera mengajak Alena masuk ke dalam.

"Meskipun orangtua gue bercerai, tapi gue masih yakin dan percaya kalo rumah tangga itu tergantung pasangan itu sendiri. Rumah tangga akan bahagia kalo pasangan itu bisa saling dalam semua aspek kehidupan."

"Makanya namanya pas-angan. Karena harus pas dan sesuai angan-angan. Kalo enggan sesuai ya silahkan dicoba kembali."

"Lo kira undian snack bocil?"

"Ya memang begitu. Kecuali sudah iklhas kalo seumur hidup bakalan enggak merasakan bahagia."

Gavriel memilih tersenyum. Kini saat mereka sampai di dekat pintu rumah, Gavriel memilih memencet bel pintu. Beberapa kali ia melakukan itu namun tak kunjung ada orang yang membukanya. Ia membalikkan badan dan melihat Alena yang sedang duduk di kursi besi yang ada di teras sambil membuka handphone.

"Len?"

Alena mengangkat pandangannya untuk menatap Gavriel. "Apaan, sih?"

"Coba deh telepon Gadis. Pintunya enggak ada yang bukain."

"Bentar, gue coba hubungi dulu."

Beberapa saat Gavriel menunggu Alena menghubungi Gadis namun tak kunjung diangkat juga.

"Enggak diangkat, Gav."

"Coba lagi, Len."

Saat Alena mencoba untuk menghubungi Gadis lagi, sayup-sayup Gavriel mendengar suara handphone berbunyi dari dalam. Penasaran dengan itu, Gavriel. Mencoba membuka pintu yang ternyata tidak dikunci.

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now