49. Maju sendiri atau kita dorong?

3.9K 343 15
                                    

Setelah memacu kecepatan mobil dengan gila-gilaan, akhirnya Gadis berhasil memarkirkan mobilnya di parkiran basemen apartemen. Ia menghela napas panjang setelah berhasil lepas dari cengkeraman Pradipta. Seharusnya dirinya menyetujui usul dari Gavriel untuk menunggu sampai hari Sabtu. Sayangnya ia memang membutuhkan berkas ini secepatnya. Belum lagi dirinya yang masih harus berupaya untuk mengambil beberapa barang berharga yang masih tertinggal di brangkas rumahnya. Entah kenapa Gadis tidak rela jika beberapa perhiasan miliknya akan jatuh ke tangan Pradipta. Hanya saja jika memasuki rumah itu seorang diri, sama saja ia bunuh diri karena dirinya tidak memiliki orang yang bisa melindunginya. Meminta perlindungan kepada pihak yang berwajib justru akan membuatnya terbuat konyol. Belum tentu juga saat ia sampai di sana, perhiasan miliknya masih utuh. Siapa tahu saja Pradipta sudah mengambilnya lalu menjualnya. Sekitar lima menit kemudian, Gadis baru keluar dari mobil dan segera berjalan menuju ke arah lift. Sepertinya hari ini sudah lebih dari cukup baginya untuk pergi ke luar tanpa adanya penjagaan.

Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda, Aditya baru saja menerima telepon dari salah satu anak buahnya yang ia utus untuk mengikuti Gadis ke Bontang sesuai permintaan Gavriel. Ia tak menyangka jika apa yang Gavriel takutkan benar-bebar terjadi. Selesai menerima telepon, ia kembali ke ruang keluarga rumah Elang, tempat malam ini mereka berkumpul.

"Siapa yang telepon, Dit?" Tanya Elang sambil matanya masih fokus pada layar televisi. Ia dan Wilson masih sibuk bermain game di PS 5.

"Joni. Dia bilang si Gadis hampir dibawa Dipta kabur."

Seketika Elang dan Wilson menghentikan permainan game yang sedang mereka mainkan. Mereka langsung menoleh ke arah Aditya yang dari tampangnya terlihat serius dengan kata-katanya.

"Harus kasih tahu Gavriel sih ini."

"Nanti aja kalo dia sampai di sini, kita kasih tahu."

"Sekarang aja lah. Gue paling enggak bisa sabar masalah beginian," Ucap Elang yang membuat Wilson menoyor kepalanya.

"Dia lagi nyetir, pe'ak."

Setelah itu Aditya memilih meninggalkan kedua temannya ini dan menunggu Gavriel di ruang tamu. Tidak sampai lima belas menit, akhirnya sosok Gavriel datang sambil membawa martabak manis pesanan Elang.

"Sendirian aja lo, Dit. Yang lain pada ke mana?"

"Di dalam. Ayo kita ke sana aja." Ajak Aditya kepada Gavriel. Ia rasa lebih baik memberitahu Gavriel sebaiknya setelah Gavriel duduk dan minum terlebih dahulu.

Begitu melihat Gavriel dan Aditya datang ke ruang keluarga, Wilson hampir saja menyuarakan apa yang tadi Aditya katakan kepadanya. Sayangnya tatapan dari Aditya kepadanya telah membuatnya langsung menutup mulutnya rapat-rapat.

"Nih, pesenan lo," Kata Gavriel sambil menaruh martabak manis pesanan Elang di meja.

"Thanks, Bro."

Kini saat Gavriel mulai duduk di sofa, teman-temannya mulai duduk di sekitarnya yang membuatnya cukup heran.

"Lo bertiga pada mau ngajakin ghibah apaan?"

"Ck... Adit aja deh yang cerita," Kata Elang sambil membuka dus martabak manis lalu mencomot satu iris.

Gavriel langsung menatap Aditya, namun Adit justru mngambil sebuah kaleng minunan soda yang ada di meja lalu membukanya. Setelah minuman itu terbuka, Aditya memberikannya ke Gavriel.

"Minum dulu."

Bagai kerbau yang dicolok hidungnya, Gavriel menuruti perintah Aditya. Beberapa teguk ia minum lalu ia menaruh botol itu di atas meja kaca.

From Bully to Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang