34. Mabuk

4.9K 352 7
                                    

Seharusnya rasa lelah setelah penerbangan dari Solo ke Jakarta ditambah menghambur-hamburkan uang pulihan juta di mall cukup membuat Gadis lelah dan mudah menuju ke alam mimpi. Sayangnya itu tidak terjadi. Kedua matanya sulit untuk terpejam dan pikirannya justru terus memikirkan sosok laki-laki yang dulu sering membuatnya marah besar.

Gadis mencoba bangun dari atas ranjang tempat tidurnya dan ia melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Gadis mengacak-acak rambutnya karena kesal dengan dirinya sendiri. Padahal ia ingin melupakan segalanya, tapi kenapa otaknya justru terus berpikir dan nerpikir tentang pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh Gavriel.

Dengan rasa gemas yang ia rasakan pada dirinya sendiri, kini Gadis memilih untuk bediri dan masuk ke kamar mandi. Tidak sampai setengah jam  dirinya sudah berdandan rapi dan siap menuju ke club malam. Ya, club malam pasti di mana-mana sama. Toh, ini bukan pertama kali ia akan pergi ke club malam. Ia pernah melakukan ini bersama dengan Alena. Karena itu ia tidak akan terkejut dengan suasana di sana nanti. Hanya saja sebaiknya ia tetap menjaga kewarasan otaknya. Jangan sampai ia di jamah oleh laki-laki yang tidak ia kenal. Apalagi setelahnya  menjadi hangover.

Tak ingin berlama-lama, Gadis segera keluar dari kamar hotelnya dan menuju ke arah lift. Sambil berjalan ke arah lift, Gadis memilih memesan taxi online. Tidak perlu waktu yang lama hingga akhirnya saat ia sampai di lobby, taxi online itu datang. Gadis segera masuk ke dalam taxi dan menuju ke salah satu club malam yang sedang hits di Jakarta. Begitu ia sampai di sana, Gadis segera masuk ke dalam. Ia tidak peduli dengan hingar bingar yang ada di sekitarnya. Ia langsung menuju ke meja bar dan memesan satu gelas martini. Ia nikmati minuman itu sambil memikirkan kisah hidupnya selama ini.

Bagaimana bisa kehidupannya menjadi seperti ini? Apa yang salah dengan dirinya? Bagaimana bisa bertahun-tahun ia membenci laki-laki yang justru paling peduli padanya? Laki-laki yang rela jauh-jauh terbang ke sisinya hanya untuk menolongnya dari amukan suaminya?

Rasanya Gadis ingin berteriak dan marah, namun tidak ada yang pantas mendapatkan luapan kemarahannya selain dirinya sendiri. Dengan rasa kesal, Gadis menenggak martini yang ada dihadapannya hingga tak bersisa.

"Mas, tequila-nya satu," Ucap Gadis pada bertender yang ada di dekatnya.

Tanpa banyak berbicara, Bartender itu segera membuatkan pesanan Gadis. Gadis tahu bahwa ia belum pernah meminum minuman yang dulu Alena pesan kala mereka pergi bersama, karena itu Gadis ingin mencobanya. Toh, nyatanya Alena juga juga baik-baik saja setelah meminumnya.

Setelah menghabiskan satu gelas tequila yang ia pesan, Gadis memesan kembali satu gelas. Siapa sangka jika ia justru langsung menaruh kepalanya di atas meja. Meksipun terasa berat dan sulit untuk bangun, ia harus tetap sadar. Ia tidak boleh pingsan, apalagi tidur. Sayup-sayup ia mendengar suara orang yang berbicara di dekatnya.

"Lo buruan ke sini. Ini Gadis mabuk di club."

"...."

"Dia sendirian. Enggak ada temannya, Gav."

"..."

Mendengar pembicaraan itu, rasanya Gadis ingin berteriak kepada si penelepon yang tidak ia kenal suaranya. Cukup dengan mendengar laki-laki itu memanggil "Gav" saja, Gadis tahu jika yang dimaksud adalah Gavriel.

Demi para warga Bikini Bottom yang masih tetap mengalami kebakaran meskipun hidup di dasar lautan, rasanya saat ini Gadis ingin lari sejauh-jauhnya. Ia tidak mau bertemu dengan Gavriel. Gavriel adalah orang yang paling ia hindari setelah mendengar penjelasan Alena tadi. Sayangnya tubuhnya seakan mengkhianati jiwanya karena kini tubuhnya terasa tertancap kuat di kursi bar yang ia duduki.

"Habis berapa gelas dia?"

"Dua," Jawab Bartender itu pada Wilson yang membuat Wilson menggelengkan kepalanya.

"Dis... Dis, lo kalo biasa minum bir pletok, jangan gegayaan minum tequila."

Setan! Siapa laki-laki ini yang sudah menghinanya? Matanya terasa berat dan sulit untuk terbuka lebar. Pandangannya bahkan sangat buram dan gelap untuk melihat siapa laki-laki ini.

"Jagain dia sampai Gavriel datang. Gue mau ke atas dulu."

"Siap, Boss."

What the hell is going on....

Apakah ini club malam milik teman Gavriel? Apakah laki-laki ini adalah pria yang meminjamkan apartemennya di Bontang untuk ia tinggali sementara waktu kemarin? Aaahh.... Gadis ingin meledak namun tak sepatah katapun bisa keluar dari bibirnya. Apakah ini rasanya mabuk? Ia kira jika ia mabuk, ia bisa mengoceh tanpa henti, kenyatannya ia justru hanya duduk di sini sambil memejamkan matanya yang terasa berat.

Entah berapa lama ia berada di sini hingga suara yang tidak asing di telinganya terdengar sayup-sayup menyapa indra pendengarannya.

"Bro, gue bawa Gadis, ya? Thanks sudah jagain dia."

"Okay."

Gadis hanya bisa pasrah saat Gavriel memapahnya keluar dari club malam. Tidak ada sepatah katapun yang Gavriel katakan kepadanya hingga ia berhasil dimasukkan ke sisi penumpang depan mobil Gavriel. Gadis bahkan hanya bisa diam dan pasrah kala Gavriel menutup pintu mobil. Tidak lama kemudian bahkan ia bisa merasakan sosok Gavriel yang ada di dekatnya dan sedang memasangkan sabuk pengaman.

Bodoh, Gadis merutuki dirinya sendiri. Seharusnya ia tidak pergi ke club malam seorang diri tanpa ada orang yang mendampinginya. Mungkin hidupnya kali ini masih sangat beruntung karena ia masuk ke club malam di mana orang yang menemukannya dalam keadaan teler adalah orang baik dan kenal dengan Gavriel.

Entah berapa lama ia berada di dalam mobil, hingga ia bisa mendengar pintu mobil dibuka lalu ditutup kembali. Tidak lama kemudian, ia diajak turun dari mobil dengan cara digendong. Gadis tahu dirinya sudah mabuk berat namun kenapa ia harus merasakan lebih mabuk lagi hanya karena parfum yang Gavriel kenakan malam ini. Baiklah, sebagai wanita yang sudah cukup hafal dengan bentuk tubuh laki-laki. Meksipun itu hanya tubuh Pradipta, namun Gadis tahu dengan tubuhnya yang kini menempel pada tubuh Gavriel, ternyata dada Gavriel cukup lebar dan terpahat dengan sempurna. Gadis cukup mengerti jika ingin mendapatkan tubuh semacam ini, tentu saja harus rajin berolahraga di gym minimal seminggu tiga kali. Daebak, betul laki-laki ini yang masih sempat berolahraga meskipun pekerjaannya di kantor begitu menggunung hingga sulit membuatnya pulang on time setiap harinya.

Gadis tersadar dari pikiran gila kala tubuhnya kini sudah berada di atas ranjang tempat tidur yang empuk dan nerseoma Gavriel di mana-mana. Demi apapun, andai Gavriel berani menyentuh dirinya dan mengambil keuntungan dari dirinya saat ia dalam keadaan seperti ini, Gadis pastikan Gavriel hanya akan tinggal nama saat ia sudah sadar seratus persen.

Gadis bisa bernapas lega kala Gavriel hanya membuka sepatunya lalu menyelimuti dirinya hingga bahu. Masih tetap tak ada kata-kata yang keluar dari bibir Gavriel hingga yang bisa Gadis dengar hanyalah suara orang memencet tombol on off lampu dan pintu kamar yang ditutup setelahnya.

***

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now