51. Langkah menghapus Dipta

4.5K 359 8
                                    

Suara deringan handphone milik Gavriel yang sejak tadi mengalun dan menyapa indra pendengaran Elang membuatnya mau tidak mau segera bangun. Sumpah, rasanya ia ingin membantingnya jika tidak mengingat harga handphone ini masih cukup mahal di pasaran saat ini.

Setelah teman-temannya baru pulang pukul satu dini hari, ia baru tidur pukul dua dan bangun pukul lima pagi. Menyiapkan Leander untuk ke sekolah, mengantarnya dan ia memilih kembali ke atas ranjang. Permintaan Gavriel kepadanya untuk mengantarkan handphonenya tentu saja akan ia lakukan, namun ia akan menikmati waktu tidurnya terlebih dahulu. Kala ia melihat jam yang ada di sudut kamarnya, tampak jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.

Tak ingin membuat telinganya pekak karena handphone Gavriel yang terus berdering, akhirnya Elang mengangkatnya. Baru juga Elang akan mengucapkan kata "Hallo" namun yang ada orang diujung telepon sudah nyerocos lebih dulu.

"Handphone gue kapan sampai di kantor?"

"Oh, gue baru aja bangun. Gue delivery pakai ojek online aja, ya?"

"Enggak, lo buruan ke sini. Ada sesuatu yang harus gue ceritain."

"Okay, jam dua belas gue sampai di kantor lo. Lo tunggu di depan lobby, kita lunch bareng."

"Okay."

Dan dengan begitu berakhirlah panggilan Gavriel dan Elang ini. Setelah mendapatkan konfirmasi dari Elang, Gavriel memilih menyelesaikan pekerjaannya dan buru-buru turun ke lobby gedung kantornya. Tidak lama menunggu akhirnya Elang meneleponnya dan memintanya keluar. Ternyata mobil Elang sudah berada di depan lobby kantornya. Gavriel segera masuk ke sisi penumpang depan mobil.

"Mau makan apa kita?" Tanya Elang sambil memanuver mobilnya untuk keluar dari halaman gedung kantor.

"Terserah lo aja."

"Gue lagi mau makan bakso."

"Ya udah enggak pa-pa."

Elang segera melajukan mobilnya menuju salah satu warung bakso langganannya. Sesekali ia melirik ke arah Gavriel yang tampak memiliki banyak pikiran.

"Lo lagi banyak pikiran, Bro?"

"Gimana ya gue jelasinnya. Gue itu lagi bingung gimana menghadapi kemarahan Gadis besok waktu dia samperin gue."

"Kenapa memangnya?"

"Lambenya si Alena bocor banget. Pakai acara keceplosan bilang sama Gadis kalo gue sewa bodyguard buat jagain dia selama di Bontang."

"Tinggal lo cium aja bibirnya. Dia pasti diam enggak akan banyak ngoceh."

"Habis itu gue digampar sama dia."

"Resiko sih kalo itu. Setidaknya kalo Gadis khilaf ngajakin naik ke ranjang ya udah jabanin aja."

"Bangke lo, Lang. Lo kira Gadis perempuan macam apa?"

"Gini ya, Bro. Enggak semua tapi kebanyakan, ya ini kebanyakan. Orang itu kalo pernah merasakan biduk rumah tangga terus gagal, hubungan selanjutnya meskipun belum naik ke pelaminan ya naik ke ranjang dulu. Test drive gitu."

"Terserah lo deh, Lang. Gue enggak mau begitu. Gue menghormati Gadis sebagai sosok perempuan yang enggak pantas diperlakukan seperti itu."

Elang tidak mau meneruskan percakapan ini karena ia bisa melihat Gavriel yang tetap kekeuh menganggap Gadis berbeda dari kebanyakan perempuan yang pernah mereka temui.

Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda, Angela baru saja duduk di hadapan Gadis. Ia baru saja sampai di apartemen tempat Gadis tinggal selama di Bontang. Gadis yang melihat wajah Angela tampak mengamati seisi apartemen ini hanya tersenyum.

From Bully to Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang