50. Sorry, Gav

4.1K 324 4
                                    

Malam ini Gadis merebahkan tubuhnya sambil menatap langit-langit kamar apartemen ini. Ia memikirkan kehidupannya yang ternyata kadang jauh dari rencananya. Ia harus secepatnya pulang ke Solo, namun ia harus menunggu Angela yang akan datang ke tempat ini besok siang. Mereka akan bertemu dengan jajaran direksi perusahaan tempat Pradipta dulu bekerja. Entah kenapa Papanya meneleponnya secara mendadak dan memintanya melakukan ini besok siang.

Satu pemikiran muncul di dalam benak Gadis. Jika Papanya ingin memperkenalkan dirinya sebagai penerusnya. Lagipula cepat atau lambat ia juga harus bertemu rekan-rekan bisnis Papanya. Kini sebelum tidur, Gadis memilih untuk mengambil handphone miliknya. Ia segera mengecek pesan masuk ke handphonenya yang ternyata hanya berisi pesan dari Alena dan Banyu. Melihat hal itu ada rasa kecewa yang muncul di dalam diri Gadis. Aneh sekali, kenapa ia jadi memikirkan Gavriel? Toh seharusnya ia sadar bahwa Gavriel bukan siapa-siapa baginya. Gavriel berhak mendapatkan perempuan lajang dan jelas statusnya. Tidak seperti dirinya yang saat ini masih berstatus istri orang. Dalam hitungan minggu mungkin ia akan menjadi seorang janda tanpa anak.

Gadis menghela napas panjang. Kenapa hidupnya sekacau ini? Tak ingin membuat Alena yang sudah mengirimkan pesan kepadanya sejak dua jam yang lalu itu menjadi overthinking terhadapnya, Gadis memilih membaca pesan itu.

Alena : Dis, apa lo baik-baik aja di sana?

Pertanyaan Alena membuat Gadis tersenyum. Baik-baik saja itu yang bagaimana? Apakah dengan ia selamat dari Pradipta sudah bisa dikatakan baik-baik saja. Padahal ia sendiri merasa ketakutan setengah mati saat berada di dalam mobil. Siapa sangka suaminya sendiri bisa menjadi orang yang paling membuatnya panas dingin ketakutan setengah mati seperti ini.

Gadis : Sejujurnya gue enggak baik-baik saja setelah bertemu Mas Dipta di jalan tadi.

Tak sampai semenit kemudian telepon Gadis langsung berdering. Nama Alena muncul di sana. Saat ia mengangkat telepon itu, suara Alena yang terdengar sedikit khawatir bisa ia dengar dengan jelas.

"Lo ketemu Dipta, Dis? Kok bisa?"

"Iya, Len. Gue ketemu Mas Dipta di jalan secara enggak sengaja."

"Lanjut... lanjut, buruan lo ceritain semua ke gue."

Gadis menghela napas panjang lalu ia bangun dari posisi tidurnya. Setelah ia bisa duduk di pinggiran ranjang, baru Gadis meneruskan penjelasannya kepada Alena. Gadis rasa Alena berhak tahu tentang semua ini. Apalagi Alena adalah orang yang lumayan sering menjadi tempat curhatnya selama ia menikah dengan Pradipta. Kemungkinan besar juga Alena adalah salah satu orang yang akan ia mintai bantuan untuk menjadi saksi dalam sidang perceraiannya besok.

"Gue keluar buat cari makan malam sama camilan tadi. Tiba-tiba mobil mas Dipta memotong jalan gue waktu gue perjalanan pulang. Gue sama dia berdebat kecil dini pinggir jalan yang rada sepi, sampai akhirnya dia nyeret gue ke mobil dia untuk diajak pulang ke Surabaya."

"What?!" Teriak Alena yang membuat Gadis menjauhkan handphone dari. dekat telinganya.

"Iya. Terus ada dua orang yang bantuin secara tiba-tiba. Gue enggak tahu gimana orang itu bisa langsung nonjok muka mas Dipta gitu aja. Tanpa pikir panjang lagi, gue langsung lari ke mobil dan kabur."

"Wait a second, dua orang langsung tolongin lo?"

"Iya, Len. Dua orang yang badannya tinggi, gagah dan mukanya rada serem. Andai gue tahu siapa mereka, gue mau bilang terimakasih. Tanpa bantuan mereka berdua, enggak tahu apa yang akan mas Dipta lakukan ke gue."

"Apa jangan-jangan itu bodyguard yang Gavriel sewa buat jagain lo?" Desis Alena pelan namun hal ini sukses membuat Gadis terkejut. Bahkan kedua alis Gadis sampai terangkat ke atas.

From Bully to Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang