15 | milan ngepel

34.7K 6.6K 5.3K
                                    

Niatnya Milan tuh mau menempatkan diri sebagai penengah diantara Rossa sama Wirya yang kayaknya lagi panas, beneran deh.

Tapi bukannya berhasil menciptakan perdamaian, kata-kata Milan justru berbuah Jaka yang menepuk jidatnya sendiri. Tadinya dia mau protes sama Jaka. Namun, hanya sesaat kemudian, dia sadar bahwa reaksi Jaka itu sangat patut sebab dia baru saja melakukan kesalahan besar.

Bukannya diam, Rossa sama Wirya malah punya bahan debat baru.

"Kalau gue sih nggak akan sampai lempar kaleng kerupuk ya."

"Dengan lo ngelirik gue, apa artinya lo berasumsi gue bakal lempar kaleng kerupuk?"

"Nggak tau juga. Gue belum pernah lihat lo ngamuk." Rossa membalas, bikin Wirya menyipitkan matanya, menahan geram.

Jaka sama Milan saling pandang, agak kaget juga. Mereka sudah terbiasa menyaksikan pertengkaran macam ini kalau orangnya Yuta dan Yumna, atau bahkan Jenar dengan Rei—walau Jenar kelihatan bucin banget sama Rei, namun dia bisa sangat nasty dan menyebalkan jika dia mau. Tapi Wirya dan Rossa?

Kalau bertahun lampau ada yang bilang ke Milan kelak dia bakal menyaksikan Rossa dan Wirya bertengkar layaknya pasutri yang sudah jenuh menikah, niscaya dia akan ngaceng alias ngakak kenceng.

"Gue bilang juga apa, Sat." Jaka menggerutu pada Milan.

"Ye, lo belom bilang apa-apa ya—" Milan mendengus. "Gais, kalian nggak malu apa, ribut di warung nasi goreng?"

"Terus emangnya mesti ribut di mana?" Rossa balas melotot pada Milan yang sempat rada gentar dibuatnya. Dari cara Rossa mendelik, kentara banget, nggak ada lagi sisa-sisa rasa memuja yang pernah Rossa punya buat Milan dari masa kuliahnya dulu.

"Kita nggak ribut." Wirya menyahut tenang.

"Nggak ribut, my ass." Rossa memutar bola mata.

"Gue cuma mau dengar kejelasan dari lo! Itu aja! Lo bilang, lo berubah pikiran, lo nggak menginginkan gue ada dalam hidup lo. Lo mau cari bahagia lo sendiri. Fine, gue menghormati itu. Tapi kalau sekarang lo memutuskan hidup begini—"

"Hidup begini tuh apa maksudnya ya?"

"Hidup menyedihkan."

Rossa memandang Wirya nanar, sementara diam-diam, Jaka menjulurkan tangan buat menggeser teko plastik berisi air mineral di atas meja, diantara Wirya dan Rossa. Takut saja, Rossa emosi terus Wirya dilempar pakai teko air. Bersiaga kan nggak ada salahnya.

"Hidup gue nggak menyedihkan."

"Nggak. Lo menyedihkan."

"Thanks, Wirya, tapi gue nggak ingat gue nggak meminta penilaian lo." Rossa memutar bola matanya, lantas dia meneruskan. "Hidup gue baik-baik aja. I am financially stable. I have my own property. Gue punya pekerjaan yang gue suka, shopping like twice a month, gue punya highlight Instagram di sejumlah negara berbeda yang pernah gue datangi—"

"Instagram lo apa sih, btw? Belom follow-follow-an kan ya sama gue?" Milan menukas, membuat Rossa urung meneruskan kalimatnya.

"Ntar follow-follow-an." Begitu ujarnya, sebelum dia berdeham dan berpaling lagi pada Wirya. "Intinya, hidup gue baik-baik aja."

"Lo nggak datang waktu Jenar sama Rei nikah. Atau waktu Jella sama Tigra nikah."

"Kayak lo datang aja."

"Gue sibuk—wait, dari mana lo tau kalau gue nggak datang?" Wirya mengerutkan dahi.

"BODO AH!!" Jaka memotong sembari bangkit dari bangku plastik yang didudukinya secara dramatis. Dia menunjuk pada Wirya, Rossa dan Milan dengan sepenuh napsu—mungkin akibat efek lapar yang ditahan kelamaan kali ya. "Gue nggak tau ya soal elu—" tangannya menunjuk pada Wirya. "—elu—" tangannya berpindah pada Milan, dan terakhir... "—kamu—" ke Rossa. "tapi gue kesini tuh mau makan!!"

A Bunch of Daddy ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang