48 | huf aja deh

30.5K 5.6K 3K
                                    

"Kamu ngapain?"

Wirya terus saja berjalan dengan satu tangan masih menarik koper. Dia nggak memperlambat langkahnya sama sekali. Rossa membuang napas, mau nggak mau berusaha menyamai langkah-langkah panjang lelaki itu sambil mendorong troli berisi tumpukan koper yang mau dia bawa.

"Wirya, aku barusan nggak ngomong sama tembok loh kayaknya."

"Menurut kamu, orang ada di bandara tuh mau ngapain?"

"Tergantung. Kalau kamu mbak-mbak yang kerja di outlet donat Krispy—"

Wirya menoleh pada Rossa sambil memotong sewot. "Aku mau naik pesawat."

"Nggak mungkin tiba-tiba tujuan flight kamu sama kayak aku."

"Tiba-tiba ya bisa aja. Kebetulan, yang nggak mungkin."

"Wirya, aku nggak bercanda."

"Aku juga nggak." Wirya berhenti setelah mereka tiba pada bagian security check pertama. Dengan mudah, dia mengangkat kopernya buat dipindai oleh mesin pemindai xray.

Rossa cemberut, sudah berniat mau mengangkat koper-kopernya dari troli, tapi Wirya tak tinggal diam. Masih tanpa bilang apa-apa sama Rossa, dia mengangkat koper-koper berat perempuan itu dengan gampang, menempatkannya di atas conveyor belt dalam waktu singkat.

"Kamu bakat jadi mas-mas angkut bandara."

"Kalau ditolong, harusnya bilang 'makasih'." Wirya menyahut datar, mengabaikan kata-kata Rossa yang dimaksudkan untuk bergurau. Terus, lelaki itu lebih dulu berjalan melewati detector untuk kepentingan body check.

Rossa berdecak, jelas bete. Sikap Wirya yang kayak gini adalah sisi yang jarang dia lihat, namun sangat menyebalkan. Cuma, bisa jadi ini pertanda bagus. Marahnya Wirya itu bisa seperti letusan gunung berapi. Panas dan meledak di awal, kemudian mendingin. Bukan berarti langsung baik-baik saja, tapi seenggaknya, Wirya nggak se-emosional kemarin-kemarin.

Sehabis check-in, mereka sempat menunggu waktu boarding.

"Oke, kita udah duduk."

"Emang. Kata siapa kata berdiri?"

"Wirya, kamu nyebelin deh kalau gini."

"Bagus dong, soalnya aku lagi pengen bikin kamu sebel."

"Kamu repot-repot datang ke bandara jam segini, repot-repot buang-buang uang buat book tiket cuma buat bikin aku sebel?"

"Kalau iya kenapa?"

Rossa mendengus, meniup sejumput rambut yang jatuh di keningnya. Lalu dia berujar pada dirinya sendiri, tapi sengaja dikeraskan, biar Wirya tersindir. "Sabar... sabar..."

"Betul. Sabar." Wirya menepuk-nepuk bahu Rossa. "Sekarang gantian kamu yang sabar ngadepin aku, soalnya aku udah sering sabar ngadepin kamu."

Rossa memutar bola matanya, bersamaan dengan ponselnya bergetar karena notifikasi chat. Dia sudah ketar-ketir, agak cemas. Gimana ya, soalnya kalau notifikasi itu datang karena chat dari Jaka, waduh, bisa-bisa pecah perang di sana pada saat itu juga.

Ternyata dari Jella.

"Siapa?"

"Jaka."

"Oh—"

"Jella." Rossa memotong sambil menunjukkan layar ponselnya. "Barusan itu cuma bercanda. Udah mau emosi ya?"

"Emosi dong, soalnya kamu nge-treat perasaanku kayak candaan gitu."

A Bunch of Daddy ✅Where stories live. Discover now