20 | menuju ultah wuje

36.5K 6.5K 2.8K
                                    

Jujur, sebetulnya Rossa rada nggak enak karena terkesan seperti menolak ajakannya Milan tanpa pikir panjang.

Tapi alasannya memang nggak dibuat-buat kok. Coba saja kalau Milan mengajaknya nonton di waktu yang tepat, Rossa pasti akan dengan senang hati menerima ajakan itu. Bukan karena dia berniat dekat sama Milan lebih dari teman, namun yah, gitu-gitu, dulu dia pernah suka banget sama Milan. Mereka juga satu almamater dan satu circle.

Lagian jaman sekarang, khususnya di kota besar, yang namanya jalan sama lawan jenis tanpa ada hubungan spesial tuh wajar-wajar saja, kan?

Malah kayaknya sih sudah jadi tren—entah karena betulan nggak ada rasa dan pure mau berteman doang, atau alasan klasik yang nggak lekang oleh jaman, yaitu jadi korban friendzone.

Makanya, sehabis baca balasan Milan yang penuh titik-titik ambigu, Rossa pun langsung membalas chat lelaki itu.

rossa:
maaf bgt, lan :(
next time aja gmn?
waktu lo sama gue sama-sama free.

milan:
iya, gpp kok, ros.

rossa:
mau titip apa dr spore?

milan:
cokelat mustafa center?

rossa:
seriously wkwk

milan:
gak banyak-banyak.
titip satu aja.

rossa:
apa?

milan:
lo pulang dengan selamat.

Rossa tersenyum sedikit usai membaca pesan Milan.

Kalau mengingat secuek apa Milan sama kelakuan Rossa yang mengejarnya—malah, cowok itu justru mendekati Jella tanpa pikir panjang, padahal Jella kan teman satu kos Rossa—Rossa jadi agak kaget, karena ternyata Milan bisa bermanis mulut kayak kebanyakan pria pada umumnya.

Tapi yah, waktu memang bisa mengubah seseorang.

Milan yang sekarang nggak seperti Milan yang dulu.

Pun sama dengan Rossa, Rossa yang sekarang juga bukan Rossa yang dulu.

Dikarenakan dia merasa perjalanannya kali ini akan jadi perjalanan super singkat, Rossa sengaja menyetir sendiri ke bandara, dan menginapkan mobilnya di parkiran yang tersedia di sana. Jadi esok malamnya, selepas landing, Rossa bisa langsung cabut tanpa mesti menunggu jemputan atau menumpang taksi.

Kegiatannya di Singapura tidak terlalu menguras energi, hanya saja, pekerjaannya memang mengharuskannya unuk turun langsung ke sana. Makanya, Rossa nggak ragu untuk menyetir sendiri. Meskipun setelah kejadian waktu itu, perlu setidaknya dua tahun buat Rossa untuk berani mengemudikan mobil lagi.

Mobilnya tengah meluncur melintasi jalan tol yang menghubungkan area bandara dengan wilayah perkotaan ketika Rossa merasakan ada sesuatu yang aneh dengan mobilnya. Nggak mau mengambil resiko, Rossa memutuskan menepi dan memeriksa mobilnya.

Ternyata ada roda belakang mobilnya yang kempes.

Rossa membuang napas, melirik arloji di pergelangan tangannya dan sadar kalau ini sudah menjelang pukul sebelas malam. Lokasinya masih cukup jauh dari pintu tol terdekat. Dia mencoba menghubungi bengkel langganannya, namun teleponnya nggak dijawab. Mungkin bengkelnya juga sudah tutup.

Rossa berdecak kesal. Kalau sudah begini, nggak ada pilihan lain. Dia mesti meminta tolong orang yang bisa dimintai tolong. Entah kenapa, orang pertama yang terlintas di pikirannya adalah Jaka.

Bukan apa-apa, bisa jadi, sebab dia tau kalau Jaka punya mobil yang sama sepertinya dan sekarang, Rossa nggak lagi membawa ban serep.

Iya, dia agak teledor untuk yang satu itu.

A Bunch of Daddy ✅Where stories live. Discover now