57 | anak hilang

27.3K 4.9K 1.8K
                                    

"Kalian berdua kelihatan benar-benar kacau. Mami rasa, kamu sama Gia perlu pulang dulu. Istirahat yang benar-benar istirahat. Makan yang cukup dan sehat. Buat sementara, Mami yang akan jaga Chester di rumah sakit."

"Tapi, Mi—"

"Johnny, salah satu tindakan terbaik yang bisa kamu dan Gianna lakukan buat Chester sekarang adalah tetap sehat. Kalau kalian terus-terusan gini dan nggak taking a break, tinggal menunggu waktu fisik kalian tumbang. Jangan membantah. Kalian pulang dulu. Kalau ada update dari dokter terkait kondisi Chester, Mami akan langsung kabarin kamu dan istrimu."

Johnny nggak meneruskan membantah, memutuskan menurut meski cukup berat buatnya meninggalkan sisi tempat tidur anak laki-lakinya. Gia tampak enggan, tetapi kantung matanya yang makin tegas sudah cukup menjelaskan kalau apa yang dibilang sama ibu mertuanya itu memang benar.

Mereka berjalan menyusuri koridor rumah sakit bersebelahan. Suasananya sepi, karena sudah lewat tengah malam. Hanya petugas medis berseragam putih sesekali hilir-mudik. Keduanya masih diam, hingga mereka tiba di depan rumah sakit dan Gia justru berbelok ke arah yang berbeda.

"Kamu mau ke mana?"

"Pulang."

"Aku juga mau pulang."

"Aku naik taksi aja."

"No. Pulang sama aku."

"Johnny,"

"Gianna, aku tahu hubungan kita lagi nggak baik, but there's no way aku biarin kamu pulang jam segini naik taksi. Apalagi tujuan kita sama. Jangan konyol."

Gia menatap Johnny, lalu akhirnya mengalah karena dia terlalu capek untuk berdebat. Perjalanan dari rumah sakit menuju rumah mereka dilalui dalam kesenyapan yang terasa cukup tegang nan mencekik. Sambil menyetir, Johnny bertanya-tanya, apa hubungannya dan Gia benar-benar sudah nggak bisa diselamatkan lagi?

Mungkinkah tinggal menunggu waktu sampai mereka berujung pada kata pisah?

Johnny menelan saliva. Dia nggak menginginkan itu. Di luar kesibukan Gia dan semua ambisinya yang membuat dia agak melupakan Chester, Johnny tetap menyayangi Gia. Kalau nggak, dia tak akan nekat melamar perempuan itu bertahun lalu di red carpet saat premiere salah satu film Gia yang paling populer digelar.

Johnny menghela napas, melirik pada perempuan yang duduk di sampingnya. Alisnya terangkat satu ketika dia menyadari kalau Gia telah ketiduran. Rasa lelah telah mencapai poin terbaik dirinya.

Lelaki itu terdiam sejenak, sebelum menurunkan sandaran jok yang Gia duduki, membuatnya lebih rendah supaya Gia merasa lebih nyaman.

Malam membuat jalanan yang biasanya ramai jadi jauh lebih sepi. Nggak heran kalau mereka memerlukan waktu yang lebih singkat untuk sampai di rumah. Gia masih saja terlelap, bahkan saat Johnny sudah menghentikan mobil di depan garasi.

Johnny nggak langsung turun dari mobil. Dia menyempatkan diri menatap Gia beberapa lama. Pada rambutnya yang digelung asal-asalan. Pada bayangan hitam di bawah matanya. Pada kulit wajahnya yang pucat. Pada kuteksnya yang nggak terawat dan telah terkelupas di beberapa bagian.

Belum pernah Johnny melihat Gia seberantakan ini sebelumnya.

Dari awal mereka mengenal, Gia telah memiliki karir yang solid di dunia perfilman. Dia dihormati dan dihargai, selalu presentable, well-groomed dan rapi. Gia mencintai pekerjaannya, menikmati berada di dunia yang membesarkan namanya. Dia amat passionate, dan itu adalah salah satu alasan kenapa Johnny jatuh cinta padanya.

Apa mesti passion yang sama juga jadi alasan kenapa mereka memutuskan berpisah untuk seterusnya?

Untuk yang kesekian kalinya, Johnny menghela napas panjang, lalu dia menyentuh bahu Gia pelan.

A Bunch of Daddy ✅Where stories live. Discover now